Minggu, 15 Januari 2012

Kisah Sahabat Abu Yazid Al Bistami

Abu Yazid al-Bistami adalah nama masyhur dari Al 'Arif Billah Sultanul Arifin Asysyaikh Thaifur bin Isa bin Adam bin Sarusyan. Beliau lahir pada tahun 188 H/804 M dan wafat sekitar tahun 261 H/875 M ini merupakan tokoh sufi termashur dan berada di urutan kelima dalam silsilah keguruan Tarekat Naqsyabandiyah. Tidak sedikit tokoh sufi lain yang bersahabat dengannya,beberapa diantaranya adalah Ahmad Ibn Khadrawyh dan Yahya ibn Mu’adz al-Razi.

Ahmad Ibn Khadrawyh

Nama lengkapnya Abu Hamid ibn Ahmad ibn Khadrawyh al Balkhi, seorang syaikh sufi yang begitu agung dalam futuwwah,yaitu perilaku mulia yang mengikuti teladan Nabi SAW, wali, orang-orang bijak,dan para pecinta Allah. Ia belajar kepada Abu Turab al-Nakhsyaby. Ketika datang di Naishabur ke rumah Abu Hafs – sapaan Abu Turab al-Nakhsyaby – beliau berkata, “Aku belum pernah melihat seseorang yang lebih besar hasratnya dan lebih benar kondisi rohaninya dibanding Ahmad ibn Khadrawyh.” Ketika melanjutkan perjalanan ke Bistam menemui Abu Yazid al-Bistami, Abu Yazid pun menyambutnya dengan menyebut, “Ahmad, guru kami.”
Ahmad ibn Khadrawyh menulis karya-karya terkenal mengenai etika dan wacana-wacana cemerlang tentang tasawuf. Ujaran-ujarannya bermutu tinggi dan kebenaran ungkapan-ungkapannya bisa dipertanggungjawabkan. Berikut ucapan-ucapan Ahmad ibn Khadrawyh.

Tiada tidur yang lebih berat ketimbang kealpaan. Tiada belenggu yang memperbudak ketimbang syahwat. Bila saja muatan berat kealpaan pada dirimu tidak ada, tentu engkau tidak berbuat syahwat.

“Jalan sudah terbentang dan kebenaran sudah jelas, penggembala telah menyerukan panggilannya. Sesudah itu,jika seseorang kehilangan dirinya sendiri karena kebutaannya sendiri, sungguh keliru mencari-cari jalan, karena jalan menuju Tuhan adalah seperti kilatan sinar matahari. Hendaknya engkau mencari dirimu sendiri, karena bilamana engkau telah menemukan dirimu sendiri, engkau akan sampai pada tujuan perjalanan,karena Tuhan terlalu nyata untuk dicari.”

“Bunuhlah jiwamu itu sehingga ia dapat kamu hidupkan kembali. Tuhan itu terang dan nyata. Jika engkau tidak dapat melihatnya maka matamulah yang buta.”

Ahmad ibn Khadrawyh yang beristri Fatimah putri Amir Balkh, tinggal di Naishabur dan wafat pada 240 H/854 M dalam usia 95 tahun.

Yahya ibn Mu’adz al-Razi

Nama lengkapnya Abu Zakariyya Yahya ibn Mu’adz al-Razi. Pada suatu hari ia menulis sepucuk surat kepada sahabatnya, Abu Yazid al-Bistami, bahwa dia sudah mabuk oleh karena terlalu banyak meminum khamar cinta. Abu Yazid membalas,“Orang lain pun telah meminum air demikian sepenuh lautan, langit dan bumi, tetapi dia belum juga merasa puas,dia masih tetap menjulurkan lidahnya meminta tambah lagi dan tambah lagi.”Tentu yang ia maksud dengan ‘orang lain’ itu adalah dirinya (Abu Yazid) sendiri.

Yahya ibn Mu’adz al-Razi adalah salah seorang murid Ibn Karram yang meninggalkan Rayy, kota kelahirannya dan beberapa lama menetap di Balkh. Kemudian, pindah ke Naishabur dimana beliau wafat pada 258 H/871 M.

Yahya menulis banyak kitab yang sebagian besar telah hilang. Ucapanucapan di dalam bukunya disusun hati-hati, enak didengar, padat isinya, serta berguna bagi pengabdian. Ungkapanungkapannya yang tersebar dan beberapa sajaknya yang sampai kepada pembaca,memiliki gaya yang indah dan berbeda dengan ungkapan para sufi Baghdad dan Khurasan. Ia dikenal sebagai seorang khatib yang memanggil jamaahnya untuk mendekat kepada Allah. Meskipun banyak sufi lain yang suka memberikan khatbah bagi umum, ia adalah satu-satunya sufi yang mendapat julukan al-wa’iz (juru khatbah).

Yahya juga banyak berbicara tentang Cinta illahi. Ia pernah mengatakan, “Cinta sejati tidak redup oleh kekejaman kekasih,dan tidak tumbuh oleh karunia Tuhan, ia senantiasa berlangsung sama.”

Ia pernah berbicara tentang perbedaan antara orang yang datang menghadiri pesta dan orang yang datang ke pesta dengan maksud menemui kekasihnya. Inilah perbedaan antara petapa yang merindukan surga demi kenikmatan dan pecinta yang merindukan wajah gemilang Kekasih Abadinya. Yahya mengucapkan kata-kata yang sering dikutip.

“Maut itu indah, sebab ia menggabungkan sahabat dengan Sahabat.”

Ciri yang paling menonjol dalam kesalehan Yahya adalah renungan suatu kepercayaan mengenai Allah yang penuh kasih sayang. Dalam bentuk dialektis,doa-doanya menunjukkan kontras antara pendosa yang putus asa dan Allah Maha Kuasa yang bisa memaafkan umat-Nya yang papa dengan harta ampunan yang tak habis-habisnya.

Di antara doanya, “Ya, Allah.Kau telah mengirim Musa dan Harun kepada Fir’aun si pemberontak dan berkata. ‘Berbicaralah baik-baik dengannya.’‘Ya, Allah, inilah kebaikan hati-Mu terhadap orang yang menganggap dirinya Tuhan; bagaimana pula gerangan kebaikan hati-Mu terhadap orang yang menjadi abdi-Mu sepenuh jiwanya? Ya, Allah, aku takut kepada-Mu karena Kaulah Tuan. Ya,Allah, bagaimana aku tidak berharap pada-Mu, padahal Kau penuh maaf, dan bagaimana pula aku tidak takut pada-Mu karena Kau Maha Kuasa? Ya, Allah, bagaimana aku datang kepada-Mu karena aku budak yang memberontak, dan bagaimana aku tidak datang kepada-Mu karena Kau Penguasa Yang Pemurah?”

Yahya mempercayai sedalamdalamnya Maha Rahman dan Rahim Tuhan dapat menutup setiap dosa. Sebab betapa pun hampir sempurna seorang manusia, berbuat dosa tetap merupakan sifat manusia.Oleh karena itu, Yahya bermunajat,“Ya, Allah, meskipun aku tidak bisa menghindarkandiri dari dosa, kau bisa memaafkan dosa-dosa. Ya, Allah, aku tidak melakukan apa pun untuk bisa mencapai surga dan aku tidak tahan menghadapi api neraka, segalanya terpulang kepada kemurahan-Mu belaka. Ya, Allah, maafkan aku, karena aku milik-Mu.” (BAMS-MFH)

Sabtu, 14 Januari 2012

KISAH NABI ADAM



Allah SWT berkehendak untuk menciptakan Nabi Adam. Allah SWT berfirman kepada
para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi. " (QS. al-Baqarah: 30)
Terdapat perbedaan pendapat berkenaan dengan makna khilafah (perihal menjadi
khalifah) Nabi Adam. Ada yang mengatakan, bahwa ia sebagai khalifah dari kelompok
manusia yang pertama-tama datang ke bumi di mana kelompok ini membuat kerusakan
dan menumpahkan darah di dalamnya. Ada yang mengatakan, bahwa ia adalah
khalifatullah, dengan pengertian bahwa ia sebagai khalifah (utusan Allah) dalam
melaksanakan perintah-perintah-Nya dan hukum-hukum-Nya, karena ia adalah utusan
Allah yang pertama. Demikianlah yang kami yakini.
Abu Dzar bertanya kepada Rasulullah saw tentang Nabi Adam: "Apakah ia sebagai nabi
yang diutus?" Beliau menjawab: "Benar." Beliau ditanya: "Ia menjadi rasul bagi siapa?
Sementara di bumi tidak ada seorang pun?" Beliau menjawab: "Ia menjadi rasul bagi
anak-anaknya."
Tabir penciptaan disingkap di tengah-tengah para malaikat-Nya. Allah SWT berfirman:
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.' Mereka berkata: 'Mengapa Engkau hendak
menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal Kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
menyucikan Engkau ?' Tuhan berfirman: 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui.'" (QS. al-Baqarah: 30)
Berkenaan dengan ayat tersebut, para mufasir memberikan komentar yang beragam.
Dalam tafsir al-Manar disebutkan: "Sesungguhnya ayat-ayat ini termasuk ayat-ayat
mutasyabihat yang tidak dapat ditafsirkan zahirnya. Sebab, dilihat dari ketentuan dialog
(at-Takhathub) ia mengandung konsultasi dari Allah SWT. Tentu yang demikian itu
mustahil bagi-Nya. Di samping itu, ia juga mengandung pemberitahuan dari-Nya kepada
para malaikat yang kemudian diikuti dengan penentangan dan perdebatan dari mereka.
Hal seperti ini tidak layak bagi Allah SWT dan bagi para malaikat-Nya. Saya lebih setuju
untuk mengalihkan makna cerita tersebut pada sesuatu yang lain."
Sedangkan dalam tafsir al-Jami' li Ahkamil Qur'an disebutkan: "Sesungguhnya Allah
telah memberitahukan kepada para malaikat-Nya, bahwa jika Dia menjadikan ciptaan di
muka bumi maka mereka akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah." Ketika
Allah berfirman:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi, " (QS. al-
Baqarah: 30)
Mereka bertanya: "Apakah ini adalah khalifah yang Engkau ceritakan kepada kami
bahwa mereka akan membuat kerusakan di muka bumi dan menumpahkan darah, ataukah
khalifah selainnya?" Dalam tafsir Fi Zhilalil Qur'an disebutkan: "Sesungguhnya para
malaikat melalui fitrah mereka yang suci yang tidak membayangkan kecuali kebaikan
dan kesucian, mereka mengira bahwa tasbih dan mengultuskan Allah adalah puncak dari
segala wujud. Puncak ini terwujud dengan adanya mereka, sedangkan pertanyaan mereka
hanya menggambarkan keheranan mereka, bukan berasal dari penentangan atau apa pun
juga."
Kita melihat bagaimana para mufasir berijtihad untuk menyingkap hakikat, lalu Allah
SWT menyingkapkan kedalaman dari Al-Qur'an pada masing-masing dari mereka.
Kedalaman Al-Qur'an sangat mengagumkan. Kisah tersebut disampaikan dalam gaya
dialogis, suatu gaya yang memiliki pengaruh yang kuat. Tidakkah Anda melihat bahwa
Allah SWT berfirman:
"Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata
kepadanya dan kepada bumi: Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan
suka hati atau terpaksa.' Keduanya menjawab: 'Kami datang dengan suka hati.'" (QS.
Fushshilat: 11)
Apakah seseorang membayangkan bahwa Allah SWT berbicara dengan langit dan bumi,
dan bumi dan langit pun menjawabnya sehingga terjadi dialog ini di antara mereka?
Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan langit dan bumi sehingga keduanya taat. Allah
SWT menggambarkan apa yang terjadi dengan gaya dialogis hanya untuk meneguhkan
dalam pikiran dan menegaskan maknanya serta penjelasannya. Penggunaan gaya
dramatis dalam kisah Nabi Adam mengisyaratkan makna yang dalam.
Kita membayangkan bahwa Allah SWT ketika menetapkan penciptaan Nabi Adam, Dia
memberitahukan kepada malaikat-Nya dengan tujuan agar mereka bersujud kepadanya,
bukan dengan tujuan mengambil pendapat mereka atau bermusyawarah dengan mereka.
Maha Suci Allah SWT dari hal yang demikian itu. Allah SWT memberitahukan mereka
bahwa Dia akan menjadikan seorang hamba di muka bumi, dan bahwa khalifah ini akan
mempunyai keturunan dan cucu-cucu, di mana mereka akan membuat kerusakkan di
muka bumi dan menumpahkan darah di dalamnya. Lalu para malaikat yang suci
mengalami kebingungan. Bukankah mereka selalu bertasbih kepada Allah dan
mensucikan-Nya, namun mengapa khalifah yang terpilih itu bukan termasuk dari
mereka? Apa rahasia hal tersebut, dan apa hikmah Allah dalam masalah ini?
Kebingungan melaikat dan keinginan mereka untuk mendapatkan kemuliaan sebagai
khalifah di muka bumi, dan keheranan mereka tentang penghormatan Adam dengannya,
dan masih banyak segudang pertanyaan yang tersimpan dalam diri mereka. Namun Allah
SWT segera menepis keraguan mereka dan kebingungan mereka, dan membawa mereka
menjadi yakin dan berserah diri. Firman-Nya:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui." (QS. al-Baqarah: 30)
Ayat tersebut menunjukan keluasan ilmu Allah SWT dan keterbatasan ilmu para
malaikat, yang karenanya mereka dapat berserah diri dan meyakini kebenaran kehendak
Allah. Kita tidak membayangkan terjadinya dialog antara Allah SWT dan para malaikat
sebagai bentuk pengultusan terhadap Allah dan penghormatan terhadap para malaikat-
Nya. Dan kita meyakini bahwa dialog terjadi dalam diri malaikat sendiri berkenaan
dengan keinginan mereka untuk mengemban khilafah di muka bumi, kemudian Allah
SWT memberitahu mereka bahwa tabiat mereka bukan disiapkan untuk hal tersebut.
Sesungguhnya tasbih pada Allah SWT dan menyucikan-Nya adalah hal yang sangat
mulia di alam wujud, namun khilafah di muka bumi bukan hanya dilakukan dengan hal
itu. Ia membutuhkan karakter yang lain, suatu karakter yang haus akan pengetahuan dan
lumrah baginya kesalahan. Kebingungan atau keheranan ini, dialog yang terjadi dalam
jiwa para malaikat setelah diberitahu tentang penciptaan Nabi Adam, semua ini layak
bagi para malaikat dan tidak mengurangi kedudukan mereka sedikit pun. Sebab,
meskipun kedekatan mereka dengan Allah SWT dan penyembahan mereka terhadap-Nya
serta penghormatan-Nya kepada mereka, semua itu tidak menghilangkan kedudukan
mereka sebagai hamba Allah SWT di mana mereka tidak mengetahui ilmu Allah SWT
dan hikmah-Nya yang tersembunyi, serta alam gaibnya yang samar. Mereka tidak
mengetahui hikmah-Nya yang tinggi dan sebab-sebab perwujudannya pada sesuatu.
Setelah beberapa saat para malaikat akan memahami bahwa Nabi Adam adalah ciptaan
baru, di mana dia berbeda dengan mereka yang hanya bertasbih dan menyucikan Allah,
dan dia pun berbeda dengan hewan-hewan bumi dan makhluk-makhluk yang ada di
dalamnya yang hanya menumpahkan darah dan membuat kerusakkan. Sesungguhnya
Nabi Adam akan menjadi ciptaan baru dan keberadaannya disertai dengan hikmah yang
tinggi yang tidak ada seorang pun mengetahuinya kecuali Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Dan Aku tidak menciptkan jin dan manusia kecuali untuk menyembah kepada-Ku."
(QS. adz-Dzariyat: 56)
Ibnu Abbas membaca ayat tersebut: "Liya'rifuun" (agar mereka mengenal Aku).
Pengetahuan merupakan tujuan dari penciptaan manusia. Dan barangkali pendekatan
yang terbaik berkenaan dengan tafsir ayat tersebut adalah apa yang disampaikan oleh
Syekh Muhammad Abduh: "Dialog yang terdapat dalam ayat tersebut adalah urusan
Allah SWT dengan para malaikat-Nya di mana Dia menggambarkan kepada kita dalam
kisah ini dengan ucapan, pertanyaan, dan jawaban. Kita tidak mengetahui hakikat hal
tersebut. Tetapi kita mengetahui bahwa dialog tersebut tidak terjadi sebagaimana
lazimnya yang dilakukan oleh sesama kita, manusia."
Para malaikat mengetahui bahwa Allah SWT akan menciptakan khalifah di muka bumi.
Allah SWT menyampaikan perintah-Nya kepada mereka secara terperinci. Dia
memberitahukan bahwa Dia akan menciptakan manusia dari tanah. Maka ketika Dia
menyempurnakannya dan meniupkan roh di dalamnya, para malaikat harus bersujud
kepadanya. Yang harus dipahami bahwa sujud tersebut adalah sujud penghormatan,
bukan sujud ibadah, karena sujud ibadah hanya diperuntukkan kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku akan
menciptakan manusia dari tanah.' Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan
Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; hendaklah kamu bersyukur dengan bersujud
kepadanya. ' Lalu seluruh malikat itu bersujud semuanya, kecuali Iblis. Dia
menyombongkan diri dan dia termasuk orang-orang yang kafir. " (QS. Shad: 71-74)
Allah SWT mengumpulkan segenggam tanah dari bumi; di dalamnya terdapat yang
berwarna putih, hitam, kuning, coklat dan merah. Oleh karena itu, manusia memiliki
beragam warna kulit. Allah SWT mencampur tanah dengan air sehingga menjadi tanah
liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dari tanah inilah Allah
menciptakan Nabi Adam. Allah SWT menyempurnakannya dengan kekuasaan-Nya lalu
meniupkan roh-Nya di dalamnya, kemudian bergeraklah tubuh Nabi Adam dan tanda
kehidupan mulai ada di dalamnya.
Selanjutnya, Nabi Adam membuka kedua matanya dan ia melihat para malaikat
semuanya bersujud kepadanya, kecuali satu makhluk yang berdiri di sana. Nabi Adam
tidak tahu siapakah makhluk yang tidak mau bersujud itu. Ia tidak mengenal namanya.
Iblis berdiri bersama para malaikat tetapi ia bukan berasal dari golongan mereka. Iblis
berasal dari kelompok jin. Allah SWT menceritakan kisah penolakan Iblis untuk sujud
kepada Nabi Adam pada beberapa surah. Allah SWT berfirman:
"Allah berfirman: 'Hai Mis, apa yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Kuciptakan
dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu
merasa termasuk orang-orang yang lebih tinggi? 'Iblis berkata: 'Aku lebih baik
daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari
tanah.' Allah berfirman: 'Maka keluarlah kamu dari surga; sesungguhnya kamu adalah
orang yang terkutuk. Sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan.'
Mis berkata: 'Ya Tuhanku, ben tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan.' Allah
berfirman: 'Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh, sampai
kepada hari yang telah ditentukan waktunya (hari kiamat).' Iblis menjawab: 'Demi
kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semua, kecuali hamba-hamba-Mu yang
mukhlis di antara mereka.'" (QS. Shad: 75-83)
Nabi Adam mengikuti peristiwa yang terjadi di depannya. Ia merasakan suasana cinta,
rasa takut, dan kebingungan. Nabi Adam sangat cinta kepada Allah SWT yang telah
menciptakannya dan memuliakannya dengan memerintahkan para malaikat-Nya untuk
sujud kepadanya. Adam juga merasa takut saat melihat Allah SWT marah terhadap iblis
dan mengusirnya dari pintu rahmat-Nya. Ia merasakan kebingungan ketika melihat
makhluk ini yang membencinya, padahal ia belum mengenalnya. Makhluk itu
membayangkan bahwa ia lebih baik dari Nabi Adam, padahal tidak ada bukti yang
menunjukkan bahwa salah satu dari mereka lebih baik dibandingkan dengan yang lain.
Kemudian alangkah anehnya alasan iblis. Ia membayangkan bahwa api lebih baik dari
tanah. Dari mana ia mendapatkan ilmu ini? Seharusnya ilmu ini berasal dari Allah SWT
karena Dialah yang menciptakan api dan tanah dan mengetahui mana di antara keduanya
yang paling utama.
Dari dialog tersebut, Nabi Adam mengetahui bahwa iblis adalah makhluk yang memakai
atribut keburukan dan sifat yang tercela. Ia meminta kepada Allah SWT agar
mengekalkannya sampai hari kebangkitan. Iblis tidak ingin mad. Namun Allah SWT
mengetahui bahwa ia akan tetap hidup sampai hari yang ditentukan. Ia akan hidup sampai
menjemput ajalnya dan kemudian mati. Nabi Adam mengetahui bahwa Allah SWT telah
melaknat iblis dan telah mengusirnya dari rahmat-Nya. Akhirnya, Nabi Adam
mengetahui musuh abadinya. Nabi Adam bingung dengan kenekatan musuhnya dan kasih
sayang Allah SWT.
Barangkali ada seseorang yang bertanya kepada saya: "Mengapa Anda tidak meyakini
terjadi dialog antara Allah SWT dan para malaikat-Nya dan Anda cenderung
menakwilkan ayat-ayat tersebut, sedangkan Anda menerima adanya dialog antara Allah
dan iblis." Saya jawab: "Sesungguhnya akal menunjukkan kita kepada kesimpulan
tersebut. Terjadinya dialog antara Allah SWT dan para malaikat-Nya adalah hal yang
mustahil karena para malaikat suci dari kesalahan dan dosa dan keinginan-keinginan
manusiawi yang selalu mencari ilmu. Sesuai dengan karakter penciptaan mereka, mereka
adalah pasukan yang setia dan mulia. Adapun iblis ia terikat dan tunduk terhadap
ketentuan agama, dan karakternya sebagai jin mendekati karakter jenis ciptaan Nabi
Adam. Dengan kata lain, bahwa jin dapat beriman dan dapat juga menjadi kafir.
Sesungguhnya kecenderungan agama mereka dapat saja tidak berfungsi ketika mereka
tertipu oleh kesombongan yang palsu sehingga mereka mempunyai gambaran yang salah.
Maka dari sisi inilah terjadi dialog. Dialog di sini berarti kebebasan. Tabiat manusia dan
jin cenderung untuk menggunakan kebebasannya, sedangkan tabiat para malaikat tidak
dapat menggunakan kebebasan. Nabi Adam menyaksikan secara langsung—setelah
penciptaannya— kadar kebebasan yang Allah SWT berikan kepada makhluk-Nya yang
terkena tanggung jawab. Terjadinya pelajaran ini di depan Nabi Adam mengandung
maksud yang dalam.
Allah SWT tidak pernah mencabut kebebasan yang diberikan-Nya kepada iblis. Namun
pada akhirnya, iblis tetap sebagai hamba yang kafir. Iblis benar-benar menolak untuk
sujud kepada Nabi Adam. Allah SWT mengetahui bahwa ia akan menolak untuk sujud
kepada Nabi Adam dan akan menentang-Nya. Bisa saja Allah SWT menghancurkannya
atau mengubahnya menjadi tanah namun Allah memberikan kebebasan kepada makhlukmakhluk-
Nya yang dibebani tanggung jawab. Dia memberikan kepada mereka kebebasan
mutlak sehingga mereka bisa saja menolak perintah-Nya. Tetapi yang perlu diperhatikan
bahwa keingkaran orang-orang kafir dan orang-orang yang bermaksiat kepada-Nya tidak
berarti meng-urangi kebesaran kerajaan-Nya dan sebaliknya, keimanan orang-orang
mukmin dan kepatuhan orang-orang yang taat tidak berarti menambah kebesaran
kekuasaan-Nya. Semua itu kembali kepada mereka.
Adam menyadari bahwa kebebasan di alam wujud adalah merupakan karunia yang Allah
SWT berikan kepada makhluk-Nya. Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas
penggunaan kebebasan itu. Setelah mempelajari pelajaran kebebasan, Nabi Adam
mempelajari pelajaran kedua dari Allah SWT, yaitu ilmu. Nabi Adam mengetahui bahwa
iblis adalah simbol kejahatan di alam wujud. Sebagaimana ia mengetahui bahwa para
malaikat adalah simbol kebaikan, sementara ia belum mengenal dirinya saat itu.
Kemudian Allah SWT memberitahukan kepadanya tentang hakikatnya, hikrnah
penciptaannya, dan rahasia penghormatannya. Allah SWT berfirman:
"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya. " (QS. al-
Baqarah: 31)
Allah SWT memberinya rahasia kemampuan untuk meringkas sesuatu dalam simbolsimbol
dan nama-nama. Allah SWT mengajarinya untuk menamakan benda-benda: ini
burung, ini bintang, ini pohon, ini awan, dan seterusnya. Nabi Adam mempelajari semua
nama-nama tersebut. Yang dimaksud dengan nama-nama di sini adalah ilmu dan
pengetahuan. Allah SWT menanamkan pengetahuan yang luas dalam jiwa Nabi Adam
dan keinginan yang terus mendorongnya untuk mengetahui sesuatu. Hasrat untuk
menggali ilmu dan belajar juga diwariskan kepada anak-anaknya Nabi Adam. Inilah
tujuan dari penciptaan Nabi Adam dan inilah rahasia di balik penghormatan para malaikat
kepadanya. Setelah Nabi Adam mempelajari nama benda-benda; kekhususannya dan
kemanfaatannya, Allah SWT menunjukkan benda-benda tersebut atas para malaikat-Nya
dan berkata:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itujika kamu memang orang-orangyang
benar. " (QS. al-Baqarah: 31)
Yang dimaksud adalah kebenaran mereka untuk menginginkan khilafah. Para malaikat
memperhatikan sesuatu yang ditunjukkan oleh Allah SWT kepada mereka, namun
mereka tidak mengenali nama-namanya. Mereka mengakui di hadapan Allah SWT
tentang kelemahan mereka untuk menamai benda-benda tersebut atau memakai simbolsimbol
untuk mengungkapkannya. Para malaikat berkata sebagai bentuk pengakuan
terhadap ketidakmampuan mereka:
"Maha Suci Engkau." (QS. al-Baqarah: 32)
Yakni, kami menyucikan-Mu dan mengagungkan-Mu.
"Tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada Kami.
Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. al-
Baqarah: 32)
Yakni, mereka mengembalikan semua ilmu kepada Allah SWT. Allah SWT berkata
kepada Adam:
"Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." (QS. al-Baqarah: 33)
Kemudian Nabi Adam memberitahu mereka setiap benda yang Allah SWT tunjukkan
kepada mereka dan mereka tidak mengenali nama-namanya:
"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para malaikat itu lalu berfirman: 'Sebutkanlah kepada-Ku
nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar.' Mereka menjawab:
'Maha Suci Engkau. Tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau
ajarkan kepada Kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana. Allah berfirman: 'Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda
ini.' Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama benda-benda itu, Allah
berfirman: 'Bukankah sudah Kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku
mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa
yang kamu sembunyikan?'"(QS. al-Baqarah: 31-33)
Allah SWT ingin berkata kepada para malaikat, bahwa Dia mengetahui keheranan yang
mereka tunjukkan, ketika Dia memberitahu mereka tentang penciptaan Nabi Adam
sebagaimana Dia mengetahui kebingungan yang mereka sembunyikan dan sebagaimana
juga Dia mengetahui kemaksiatan dan pengingkaran yang disembunyikan oleh iblis.
Para malaikat menyadari bahwa Nabi Adam adalah makhluk yang mengetahui sesuatu
yang tidak mereka ketahui. Ini adalah hal yang sangat mulia. Dan para malaikat
mengetahui, mengapa Allah memerintahkan mereka untuk bersujud kepadanya
sebagaimana mereka memahami rahasia penciptaannya sebagai khalifah di muka bumi,
di mana ia akan menguasainya dan memimpin di dalamnya dengan ilmu dan
pengetahuan. Yaitu, pengetahuan terhadap Sang Pencipta yang kemudian dinamakan
dengan Islam atau iman. Para malaikat pun mengetahui sebab-sebab kemakmuran bumi
dan pengubahannya dan penguasaanya, serta semua hal yang berkenaan dengan ilmuilmu
mated di muka bumi.
Adalah hal yang maklum bahwa kesempurnaan manusia tidak akan terwujud kecuali
dengan pencapaian ilmu yang dengannya manusia dapat mengenal Sang Pencipta, dan
ilmu-ilmu yang berkenaan dengan alam. Jika manusia berhasil di satu sisi, namun gagal
di sisi yang lain maka ia laksana burung yang terbang dengan sayap satu di mana setiap
kali ia terbang sayap yang lain mencegahnya.
Nabi Adam mengetahui semua nama-nama dan terkadang ia berbicara bersama para
malaikat, namun para malaikat disibukkan dengan ibadah kepada Allah SWT. Oleh
karena itu, Adam merasa kesepian. Kemudian Adam tidur dan tatkala ia bangun ia
mendapati seorang perempuan yang memiliki mata yang indah, dan tampak penuh
dengan kasih sayang. Kemudian terjadilah dialog di antara mereka:
Adam berkata: "Mengapa kamu berada di sini sebelum saya tidur." Perempuan itu
menjawab: "Ya." Adam berkata: "Kalau begitu, kamu datang di tengah-tengah tidurku?"
Ia menjawab: 'Ya." Adam bertanya: "Dari mana kamu datang?" Ia menjawab: "Aku
datang dari dirimu. Allah SWT menciptakan aku darimu saat kamu tidur." Adam
bertanya: "Mengapa Allah menciptakan kamu?" Ia menjawab: "Agar engkau merasa
tenteram denganku." Adam berkata: "Segala puji bagi Allah. Aku memang merasakan
kesepian."
Para malaikat bertanya kepada Adam tentang namanya. Nabi Adam menjawab:
"Namanya Hawa." Mereka bertanya: "Mengapa engkau menamakannya Hawa, wahai
Adam?" Adam berkata: "Karena ia diciptakan dariku saat aku dalam keadaan hidup."
Nabi Adam adalah makhluk yang suka kepada pengetahuan. Ia membagi pengetahuannya
kepada Hawa, di mana ia menceritakan apa yang diketahuinya kepada pasangannya itu,
sehingga Hawa mencintainya. Allah SWT berfirman:
"Dan Kami berfirman: 'Hai Adam, tinggallah kamu dan istrimu di surga ini, dan
makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai,
dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang
yang lalim.'" (QS. al-Baqarah: 35)
Kita tidak mengetahui tempat surga ini. Al-Qur'an tidak membicarakan tempatnya, dan
para mufasir berbeda pendapat tentang hal itu. Sebagian mereka berkata: "Itu adalah
surga yang bakal dihuni oleh manusia (jannah al-Ma'wa) dan tempatnya di langit."
Namun sebagian lagi menolak pendapat tersebut. Sebab jika ia adalah jannah al-Ma'wa
maka iblis tidak dapat memasukinya dan tidak akan terjadi kemaksiatan di dalamnya.
Sebagian lagi mengatakan: "Ia adalah surga yang lain, yang Allah ciptakan untuk Nabi
Adam dan Hawa." Bahkan ada juga yang berpendapat bahwa ia adalah surga (taman) dari
taman-taman bumi yang terletak di tempat yang tinggi. Dan sekelompok mufasir yang
lain menganjurkan agar kita menerima ayat tersebut apa adanya dan menghentikan usaha
untuk mencari hakikatnya. Kami sendiri sependapat dengan hal ini. Sesungguhnya
pelajaran yang dapat kita ambil berkenaan dengan penentuan tempatnya tidak sedikit pun
menyamai pelajaran yang dapat kita ambil dari apa yang terjadi di dalamnya.
Nabi Adam dam Hawa memasuki surga dan di sana mereka berdua merasakan
kenikmatan manusiawi semuanya. Di sana mereka juga mengalami pengalamanpengalaman
yang berharga. Kehidupan Nabi Adam dan Hawa di surga dipenuhi dengan
kebebasan yang tak terbatas. Dan Nabi Adam mengetahui makna kebahagiaan yang ia
rasakan pada saat ia berada di surga bersama Hawa. Ia tidak lagi mengalami kesepian. Ia
banyak menjalin komunikasi dengan Hawa. Mereka menikmati nyanyian makhluk, tasbih
sungai-sungai, dan musik alam sebelum ia mengenal bahwa alam akan disertai dengan
penderitaan dan kesedihan. Allah SWT telah mengizinkan bagi mereka untuk mendekati
segala sesuatu dan menikmati segala sesuatu selain satu pohon, yang barangkali ia adalah
pohon penderitaan atau pohon pengetahuan. Allah SWT berkata kepada mereka sebelum
memasuki surga:
"Dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang
yang lalim.'" (QS. al-Baqarah: 35)
Nabi Adam dan Hawa mengerti bahwa mereka dilarang untuk memakan sesuatu dari
pohon ini, namun Nabi Adam adalah manusia biasa, dan sebagai manusia ia lupa dan
hatinya berbolak-balik serta tekadnya melemah. Maka iblis memanfaatkan kemanusiaan
Nabi Adam dan mengumpulkan segala kedengkiannya yang disembunyikan dalam
dadanya. Iblis terus berusaha membangkitkan waswas dalam diri Nabi Adam. Apakah
aku akan menunjukkan kepadamu pohon keabadian dan kekuasaan yang tidak akan
sirna? Nabi Adam bertanya-tanya dalam dirinya. Apa yang akan terjadi seandainya ia
memakan buah tersebut, barangkali itu benar-benar pohon keabadian. Nabi Adam
memang memimpikan untuk kekal dalam kenikmatan dan kebebasan yang dirasakannya
dalam surga.
Berlalulah waktu di mana Nabi Adam dan Hawa sibuk memikirkan pohon itu. Kemudian
pada suatu hari mereka menetapkan untuk memakan pohon itu. Mereka lupa bahwa
Alllah SWT telah mengingatkan mereka agar tidak mendekatinya. Mereka lupa bahwa
iblis adalah musuh mereka sejak dahulu. Nabi Adam mengulurkan tangannya ke pohon
itu dan memetik salah satu buahnya dan kemudian memberikannya kepada Hawa.
Akhirnya mereka berdua memakan buah terlarang itu.
Allah SWT berfirman:
"Dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia." (QS. Thaha: 121)
Tidak benar apa yang disebutkan oleh kitab-kitab kaum Yahudi bahwa Hawa menggoda
Nabi Adam yang karenanya ia bertanggung jawab terhadap pemakanan buah itu. Nas Al-
Qur'an tidak menyebut Hawa, namun ia menyebut Nabi Adam sebagai orang yang
bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Demikianlah setan disalahkan dan Nabi Adam
juga disalahkan karena kesombongan. Salah seorang dari mereka menghina manusia, dan
yang lain ingin menjadi tandingan bagi Allah SWT dalam hal kekekalan.
Belum selesai Nabi Adam memakan buah tersebut sehingga ia merasakan penderitaan,
kesedihan, dan rasa malu. Berubahlah keadaan di sekitamya dan berhentilah musik indah
yang memancar dari dalam dirinya. Ia mengetahui bahwa ia tak berbusana, demikian juga
istrinya. Akhirnya, ia mengetahui bahwa ia seorang lelaki dan bahwa istrinya seorang
wanita. Ia dan istrinya mulai memetik daun-daun pohon untuk menutup tubuh mereka
yang terbuka. Kemudian Allah SWT mengeluarkan perintah agar mereka turun dari
surga.
Nabi Adam dan Hawa turun ke bumi. Mereka keluar dari surga. Nabi Adam dalam
keadaan sedih sementara Hawa tidak henti-hentinya menangis. Karena ketulusan taubat
mereka, akhirnya Allah SWT menerima taubat mereka dan Allah SWT memberitahukan
kepada mereka bahwa bumi adalah tempat mereka yang asli, di mana mereka akan hidup
di dalamnya, mati di atasnya, dan akan dibangkitkan darinya pada hari kebangkitan.
Allah SWT berfirman:
"Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan
dibangkitkan. " (QS. al-A'raf: 25)
Kemudian Allah SWT menceritakan kisah tentang pelajaran ketiga yang diperoleh Nabi
Adam selama keberadaannya di surga dan setelah keluarnya ia darinya dan turunnya ia ke
bumi.
Allah SWT berfirman:
"Dan Sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan
perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat. Dan (ingatlah) ketika
Kami berkata kepada malaikat: 'Sujudlah kamu kepada Adam,' maka mereka sujud
kecuali Mis. la membangkang. Maka Kami berkata: "Hai Adam, sesungguhnya ini (Iblis)
adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia
mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka.
Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang, dan
sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak pula akan ditimpa panas
matahari di dalamnya.' Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan
berkata: 'Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan
yang tidak akan binasa ?' Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu tampaklah
bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun
(yang ada di) surga, dan durhakalah Adam dan sesatlah ia. Kemudian Tuhannya
memilihnya maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk. Allah berfirman:
'Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi
sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang
mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.'" (QS. Thaha: 115-123)
Sebagian orang menganggap bahwa Nabi Adam keluar dari surga karena kesalahannya
dan kemaksiatannya. Ini adalah anggapan yang tidak benar karena Allah SWT
berkehendak menciptakan Nabi Adam di mana Dia berkata kepada malaikat:
"Sesungguhnya aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Dan Dia tidak
mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya aku akan menjadikan khalifah di surga."
Tidaklah turunnya Nabi Adam ke bumi sebagai penurunan penghinaan tetapi ia
merupakan penurunan kemuliaan sebagaimana dikatakan oleh kaum sufi. Allah SWT
mengetahui bahwa Nabi Adam dan Hawa akan memakan buah itu, dan selanjutnya
mereka akan turun ke bumi. Allah SWT juga mengetahui bahwa setan akan merampas
kebebasan mereka. Pengalaman merupakan dasar penting dari proses menjadi khalifah di
muka bumi agar Nabi Adam dan Hawa mengetahui—begitu juga keturunan mereka—
bahwa setan telah mengusir kedua orang tua mereka dari surga, dan bahwa jalan menuju
surga dapat dilewati dengan ketaatan kepada Allah SWT dan permusuhan pada setan.
Apakah dikatakan kepada kita bahwa manusia adalah makhluk yang terpaksa, dan bahwa
Nabi Adam terpaksa atau dipaksa untuk berbuat kesalahan sehingga ia keluar dari surga
dan kemudian turun ke bumi? Sebenarnya anggapan ini tidak kalah bodohnya dari
anggapan pertama. Sebab, Nabi Adam merasakan kebebasan sepenuhnya, yang
karenanya ia mengemban tanggung jawab dari perbuatannya. Ia durhaka dan memakan
buah tersebut sehingga Allah SWT mengeluarkannya dari surga. Maksiat yang
dilakukannya tidak berlawanan dengan kebebasannya, bahkan keberadaannya yang asli
bersandar kepada kebebasannya. Alhasil, Allah SWT mengetahui apa yang bakal terjadi.
Dia mengetahui sesuatu sebelum terjadinya sesuatu itu. Pengetahuan-Nya itu berarti
cahaya yang menyingkap, bukan kekuatan yang memaksa. Dengan kata lain, Allah SWT
mengetahui apa yang akan terjadi, tetapi Dia tidak men-cegahnya atau mendorongnya
agar terjadi. Allah SWT memberikan kebebasan kepada hamba-hamba-Nya dan semua
makhluk-Nya. Yang demikian itu berkenaan dengan hikmah-Nya yang tinggi dalam
memakmurkan bumi dan mengangkat khalifah di dalamnya.
Nabi Adam memahami pelajaran ketiga. Ia memahami bahwa iblis adalah musuhnya.
Secara pasti ia mengerti bahwa iblis adalah penyebab ia kehilangan nikmat dan penyebab
kehancurannya. Ia mengerti bahwa Allah SWT akan menyiksa seseorang jika ia berbuat
maksiat, dan bahwa jalan menuju ke surga dapat dilewati dengan ketaatan kepada Allah
SWT. Ia memahami bahwa Allah SWT menerima taubat, memaafkan, menyayangi, dan
memilih. Allah SWT mengajari mereka agar beristigfar dan mengucapkan:
"Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak
mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscayalah pastilah kami termasuk
orang-orang yang merugi." (QS. al-A'raf: 23)
Allah SWT menerima taubatnya dan memaafkannya serta mengirimnya ke bumi. Nabi
Adam adalah Rasul pertama bagi manusia. Mulailah kehidupan Nabi Adam di bumi. Ia
keluar dari surga dan berhijrah ke bumi, dan kemudian ia menganjurkan hal tersebut
(hijrah) kepada anak-anaknya dan cucu-cucunya dari kalangan nabi. Sehingga setiap nabi
memulai dakwahnya dan menyuruh kaumnya dengan cara keluar dari negerinya atau
berhijrah. Di sana Nabi Adam keluar dari surga sebelum kenabiannya, sedangkan di sini
(di bumi) para nabi biasanya keluar (hijrah) setelah pengangkatan kenabian mereka.
Nabi Adam mengetahui bahwa ia meninggalkan kedamaian ketika keluar dari surga. Di
bumi ia harus menghadapi penderitaan dan pergulatan, di mana ia harus menanggung
kesulitan agar dapat makan, dan ia harus melindungi dirinya dengan pakaian dan senjata,
serta melindungi istrinya dan anak-anaknya dari serangan binatang buas yang hidup di
bumi. Sebelum semua itu dan sesudahnya, ia harus meneruskan pertempurannya dengan
pangkal kejahatan yang menyebabkannya keluar dari surga, yaitu setan. Di bumi, setan
membuat waswas kepadanya dan kepada anak-anaknya sehingga mereka masuk dalam
neraka Jahim. Pertempuran antara pasukan kebaikan dan pasukan kejahatan di bumi tidak
akan pernah berhenti. Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk Allah SWT, ia tidak
akan merasakan ketakutan dan kesedihan, dan barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah
SWT dan mengikuti makhluk api, iblis, maka ia akan bersamanya di neraka.
Nabi Adam mengerti semua ini. Ia menyadari bahwa penderitaan akan menyertai
kehidupannya di atas bumi. Satu-satunya yang dapat meringankan kesedihannya adalah,
bahwa ia menjadi penguasa di bumi, yang karenanya ia harus menundukkannya,
memakmurkannya, dan membangunnya serta melahirkan keturunan yang baik di
dalamnya, sehingga mereka dapat mengubah kehidupan dan membuatnya lebih baik.
Hawa melahirkan dalam satu perut seorang lelaki dan seorang perempuan, dan pada perut
berikutnya seorang lelaki dan seorang perempuan, maka dihalalkan perkawinan antara
anak lelaki dari perut pertama dengan anak perempuan dari perut kedua. Akhirnya, anakanak
Nabi Adam menjadi besar dan menikah serta memenuhi bumi dengan keturunannya.
Nabi Adam mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT. Nabi Adam menyaksikan
kecenderungan pertama dari anaknya terhadap pangkal kejahatan, yaitu iblis sehingga
terjadilah kejahatan pembunuhan yang pertama kali di muka bumi. Salah seorang anak
Nabi Adam membunuh saudara kandungnya sendiri. Anak yang jahat itu membunuh
saudaranya yang baik. Allah berfirman:
"Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang
sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterimalah dari salah
seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). (QS. al-
Maidah: 27)
Dikatakan bahwa pembunuh ingin merebut istri saudara kandungannya untuk dirinya
sendiri. Nabi Adam memerintahkan mereka berdua untuk menghadirkan kurban lalu
setiap dari mereka menghadirkan kurban yang dimaksud. Allah SWT menerima kurban
dari salah satu dari mereka dan menolak kurban yang lain:
"Ia (Qabil) berkata: 'Aku pasti membunuhmu.' Berkata Habil: 'Sesungguhnya Allah
hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa. Sungguh kalau kamu
menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan
menggerakkan tanganku untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah,
Tuhan sekalian alam. (QS. al-Maidah: 27-28)
Perhatikanlah bagaimana Allah SWT menyampaikan kepada kita kalimat-kalimat yang
diucapkan oleh anak Nabi Adam yang terbunuh sebagai syahid, dan ia menyembunyikan
kalimat-kalimat yang diucapkan oleh si pembunuh. Si pembunuh mengangkat tangannya
sambil mengancam, namun calon korban pembunuhan itu berkata dengan tenang:
Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan membawa dosa membunuhku dan
dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah
pembalasan bagi orang-orang yang lalim. " (QS. al-Maidah: 29)
Selesailah percakapan antara mereka berdua dan anak yang jahat itu membiarkan anak
yang baik beberapa saat. Setelah beberapa hari, saudara yang baik itu tidur di tengahtengah
hutan yang penuh dengan pohon. Di hutan itu, keledai tua mati dan dagingnya
dimakan oleh burung Nasar dan darahnya ditelan oleh bumi. Yang tersisa hanya tulang
belulang berserakan di tanah. Kemudian saudaranya yang jahat membawanya menuju
saudara kandungnya yang sedang tidur, lalu ia mengangkat tangannya dan menjatuhkan
dengan keras dan cepat. Anak laki-laki baik itu tampak pucat wajahnya ketika melihat
darah mengucur darinya, lalu ia bangun. Ia bermimpi saat tidur. Lalu si pembunuh
menghantam saudaranya sehingga tidak tampak lagi gerakan dari tubuhnya. Si pembunuh
puas bahwa saudara kandungnya benar-benar mati. Pembunuh itu berdiri di depan korban
dengan tenang dan tampak pucat wajahnya.
Rasulullah saw bersabda: "Setiap orang yang membunuh jiwa yang tak berdosa maka
anak Adam yang pertama akan juga menanggung dosanya karena ia yang pertama kali
mengajarkan pembunuhan." Si pembunuh terduduk di depan saudaranya dalam keadaan
berlumuran darah. Apa yang akan dikatakannya terhadap Nabi Adam, ayahnya, jika ia
bertanya kepadanya tentang hal itu. Nabi Adam mengetahui bahwa mereka berdua keluar
bersama-sama lalu mengapa ia kembali sendinan. Seandainya ia mengingkari
pembunuhan terhadap saudaranya itu di depan ayahnya, maka di manakah ia dapat
menyembunyikan jasadnya, dan di mana ia dapat membuangnya? Saudaranya yang
terbunuh itu merupakan manusia yang pertama kali mad di muka bumi sehingga tidak
diketahui bagaimana cara menguburkan orang yang mati. Pembunuh itu membawa jasad
saudara kandungnya dan memikulnya. Tiba-tiba keheningan itu dipecah dengan suara
burung yang berteriak sehingga ia merasa ketakutan. Pembunuh itu menoleh dan
menemukan seekor burung gagak yang berteriak di atas bangkai burung gagak yang mati.
Burung gagak yang hidup meletakkan bangkai burung gagak yang mad di atas tanah lalu
ia mulai menggali tanah dengan paruhnya dan kedua kakinya. Kemudian ia
mengangkatnya dengan paruhnya dan meletakkannya dengan lembut dalam kuburan.
Lalu ia menimbunkannya di atas tanah. Setelah itu, ia terbang di udara dan kembali
berteriak. Si pembunuh berdiri dan ia mundur untuk meraih jasad saudara kandungnya
dan kemudian berteriak:
"Berkata Qabil: 'Aduhai, celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung
gagak ini, lalu aku dapat menguburkan saudaraku ini?" (QS. al-Maidah: 31)
Ia mulai merasakan kesedihan yang sangat dalam atas apa yang telah dilakukannya
terhadap saudaranya. Ia segera menyadari bahwa ia adalah orang yang paling buruk dan
paling lemah. Ia telah membunuh orang yang paling utama dan paling kuat. Anak Nabi
Adam berkurang satu dan iblis berhasil "mencuri" seorang anak Nabi Adam. Bergetarlah
tubuh si pembunuh dan ia mulai menangis dengan keras, lalu ia menggali kuburan
saudara kandungnya. Ketika mendengar kisah tersebut Nabi Adam berkata:
"Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang menyesatkan
lagi nyata." (QS. al-Qashash: 15)
Nabi Adam merasakan kesedihan mendalam atas hilangnya salah satu anaknya. Salah
seorang dari mereka mad dan yang lain dikuasai oleh setan. Nabi Adam salat untuk
anaknya yang mati, dan kemudian ia kembali menjalani kehidupannya di muka bumi.
Beliau adalah manusia yang bekerja dan mengalami penderitaan. Seorang Nabi yang
menasihati anak-anaknya dan cucu-cucunya, serta mengajak mereka untuk menyembah
Allah SWT. Beliau menceritakan kejahatan iblis kepada mereka, dan meminta kepada
mereka agar berhati-hati darinya. Beliau menceritakan pengalaman pribadinya bersama
iblis kepada mereka, dan menceritakan kehidupannya bersama anaknya yang tega
membunuh saudara kandungnya sendiri.
Nabi Adam telah menjadi dewasa, lalu tahun demi tahun datang silih berganti sehingga
anak-anaknya tersebar di bumi, lalu datanglah waktu malam di atas bumi. Angin bertiup
sangat kencang. Dan bergoncanglah daun-daun pohon tua yang ditanam oleh Nabi Adam,
di mana dahan-dahannya mendekati danau sehingga buahnya menyentuh air danau. Dan
ketika pohon itu menjadi tegak setelah berlalunya angin, air mulai berjatuhan di antara
cabang-cabangnya dan tampak dari jauh bahwa pohon itu sedang menarik dirinya
(memisahkan diri) dari air dan menangis. Pohon itu sedih dan dahan-dahannya
berguncang. Sementara itu, di langit tampak bahwa bintang-bintang juga berguncang.
Cahaya bulan menerobos kamar Nabi Adam sehingga cahaya itu menerpa wajah Nabi
Adam. Wajah Nabi Adam tampak lebih pucat dan lebih muram dari wajah bulan. Bulan
mengetahui bahwa Nabi Adam akan mati.
Kamar yang sederhana, kamarnya Nabi Adam. Nabi Adam tertidur dengan jenggotnya
yang putih dan wajahnya yang bersinar di atas tempat ddur dari dahan-dahan pohon dan
bunga-bunga. Anak-anaknya semua berdiri di sekelilingnya dan menunggu wasiatnya.
Nabi Adam berbicara dan memahamkan anak-anaknya bahwa hanya ada satu perahu
keselamatan bagi manusia, dan hanya ada satu senjata baginya yang dapat
menenangkannya. Perahu itu adalah petunjuk Allah SWT dan senjata itu adalah kalimatkalimat
Allah SWT.
Nabi Adam menenangkan anak-anaknya, bahwa Allah SWT tidak akan membiarkan
manusia sendirian di muka bumi. Sesungguhnya Dia akan mengutus para nabi untuk
membimbing mereka dan menyelamatkan mereka. Para nabi itu memiliki nama-nama,
sifat-sifat, dan mukjizat-mukjizat yang berbeda-beda. Tetapi mereka dipertemukan
dengan satu hal, yaitu mengajak untuk menyembah Allah SWT semata.
Demikianlah wasiat Nabi Adam kepada anak-anaknya. Akhirnya, Nabi Adam menutup
kedua matanya, dan para malaikat memasuki kamarnya dan mengelilinginya. Had Nabi
Adam tersenyum ketika mendapatkan kata salam yang dalam, dan rohnya mencium bau
bunga surga.

Jumat, 13 Januari 2012

Riyadathus Shalihin : Jujur


1. Dari Ibnu Mas’ud ra., dari Nabi SAW, beliau bersabda :
“Sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang akan selalu bertindak jujur sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu membawa ke neraka. Seseorang akan selalu berdusta sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai pendusta .” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Dari Abu Muhammad Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra., ia berkata : “Saya menghafal beberapa kalimat dari Rasulullah SAW, yaitu : “Tinggalkanlah apa yang kamu ragukan dan kerjakanlah apa yang tidak kamu ragukan. Sesungguhnya jujur itu menimbulkan ketenangan dan dusta itu menimbulkan kebimbangan .” (HR. Tirmidzi)

3. Dari Abu Sufyan Shahr bin Harb ra., di dalam haditsnya yang panjang tentang cerita pertanyaan Heraklius kepadanya :
“Apa saja yang diperintahkan oleh Nabi SAW kepada kamu ?” Abu Sufyan berkata : “Nabi SAW bersabda : “Sembahlah Allah Yang Maha Esa dan janganlah kamu menyekutukan apapun
dengan-Nya, tinggalkanlah ajaran-ajaran nenek moyangmu. Beliau juga menyuruh kami untuk melaksanakan salat, jujur, pemaaf dan menghubungkan sanak kerabat .” (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Dari Abu Tsabit, (Abu Sa’id atau Abul Walid Sahl bin Hunaif), ia adalah orang yang ikut perang Badar. Menurut beliau, Nabi SAW bersabda : “Siapa saja yang benar-benar mohon untuk mati syahid kepada Allah Ta’ala niscaya Allah akan
mengabulkan ke tingkat orang yang mati syahid walaupun ia mati di atas tempat tidur . “ (HR. Muslim

5. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : “Rasulullah SAW bersabda : “Ada salah seorang di antara para nabi sewaktu akan berangkat perang, ia berpesan kepada kaumnya : “Janganlah mengikuti kami, yaitu orang yang baru kawin, sedangkan ia belum berkumpul dengan isterinya. Orang membangun rumah, sedangkan ia belum selesai membangunnya. Dan
janganlah mengikuti kami orang yang baru membeli kambing atau onta, dan ia menunggu kelahiran anaknya .” Kemudian Nabi berangkat berperang dan ketika mendekati sebuah
dusun kira-kira menjelang Nabi itu berkata kepada matahari : “Wahai matahari, sesungguhnya kamu diperintah dan saya pun diperintah. Ya Allah, tahanlah ia untuk membantu kami.”
Maka tertahanlah matahari itu, sehingga Allah memberikan kemenangan kepada nabi itu. Kemudian Nabi itu mengumpulkan barang-barang rampasan perang dan mendatangkan api untuk memakannya, tetapi api itu tidak mau memakannya, oleh karenanya Nabi itu bersabda:
“Sesungguhnya ada di antara kamu sekalian yang tidak ikhlas, maka setiap kelompok harus mengirimkan seorang laki-laki untuk berbai’at kepadaku.” Kemudian melekatlah
tangan dua atau tiga orang dengan tangan Nabi, maka beliau bersabda : “Kalianlah yang tidak ikhlas.” Orang-orang itu lalu membawa emas sebesar kepala sapi kemudian diletakkan di hadapan Nabi dan datanglah api, memakan emas tadi.
Barang-barang rampasan perang belum dihalalkan bagi seseorang sebelum kami. Kemudian Allah melihat kelemahan kami, karena Allah itu menghalalkan barang rampasan itu
bagi kami.” (HR. Bukhari dan Muslim)

6. Dari Abu Khalid Hakim bin Hizam ra., ia masuk Islam sewaktu pembukaan kota Makkah, sedangkan ayahnya termasuk tokoh Quraisy, baik di zaman Jahiliyah maupun setelah masuk Islam, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Dua orang yang berjual beli itu haruslah bebas memilih sebelum mereka berpisah. Apabila keduanya jujur dan berterus terang di dalam berjual beli, maka keduanya akan mendapatkan berkah. Tetapi apabila keduanya menyembunyikan dan dusta, maka jual belinya itu tidak akan membawa berkah.” (HR.Bukhari dan Muslim)

Halaman Ke