Rasulullah SAW, bersabda: “Demi Allah, sesungguhnya saya membaca istighfar dan bertaubat kepada-Nya lebih dari tujuhpuluh kali setiap hari.” (HR. Bukhari)
2. Dari Al-Aghar bin Yasar Al-Muzanniy ra., ia berkata:Rasulullah SAW, bersabda: “Wahai manusia, bertaubatlahkalian kepada Allah dan mohonlah ampun kepada-Nya,sesungguhnya saya bertaubat seratus kali setiap hari.” (HR.Muslim)
3. Dari Abu Hamzah Anas bin Malik Al-Anshariy (pembantuRasulullah SAW) berkata: Rasulullah SAW, bersabda:“Sesungguhnya Allah gembira menerima taubat hamba-Nya,melebihi kegembiraan seseorang diantara kalian ketikamenemukan kembali untanya yang hilang di padang yangluas.” (Muttafaqalaih)
Dalam riwayat Imam muslim disebutkan, beliau bersabda:
“Sesungguhnya Allah sangat gembira menerima taubat hamba-Nya ketika bertaubat kepada-Nya, melebihi dari kegembiraan seseorang yang berkendaraan di tengah padang
pasir tetapi hewan yang dikendarai lari meninggalkannya, padahal di atas hewan itu terdapat makanan dan minuman, kemudian dia berteduh di bawah pohon, dan membaringkan
badannya, sedang ia benar-benar putus asa untuk menemukan kembali hewan yang dikendarainya. Ketika bangkit, tiba-tiba ia menemukan kembali hewan yang dikendarainya lengkap dengan bekal yang dibawanya, ia pun segera memegang tali kekangnya, seraya berkata karena sangat gembira: “Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah Tuhan-mu.” Ia keliru mengucapkan kalimat itu karena luapan kegembiraannya.”
4. Dari Abu Musa Abdullah bin Qais Al-Asy’ariy ra., dari Nabi
SAW, beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala itu
membentangkan tangan-Nya (memberikan kesempatan) pada
waktu malam, untuk taubat orang yang berbuat dosa pada
waktu siang hari. Dan Allah membentangkan tangan-Nya
pada waktu siang, untuk taubat orang yang berbuat dosa di
malam hari, hingga matahari terbit dari barat.” (HR Muslim)
5. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Rasulullah SAW, bersabda:
“Siapa saja bertaubat sebelum matahari terbit dari barat,
niscaya Allah menerima taubatnya.” (HR Muslim)
6. Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Umar bin Khaththab ra.
Dari Nabi SAW, beliau bersabda : “ Sesungguhnya Allah Yang
Maha Agung akan menerima taubat seseorang sebelum
nyawa sampai di tenggorokan (sebelum sekarat).” ( H.R.
Tirmidzi )
7. Dari Zir bin Hubais, ia berkata : “Saya mendatangi Shafwan
bin `Assal ra. untuk menanyakan tentang mengusap ke dua
khuf, kemudian dia menanyaiku: “Wahai Zir, mengapa
engkau kemari?” . Saya menjawab : “Untuk mencari ilmu.” Ia
pun berkata : “Sesungguhnya malaikat membentangkan
sayapnya bagi orang yang mencari ilmu, karena senang
terhadap apa yang dicarinya.” Kemudian aku melanjutkan
pertanyaanku : “Wahai Shafwan saya masih belum jelas
tentang cara mengusap kedua sepatu sesudah berak dan
kencing sedangkan engkau adalah salah seorang sahabat Nabi
SAW, maka saya datang ke sini untuk bertanya kepadamu,
apakah engkau pernah mendengar beliau menjelaskan
masalah itu?” Ia menjawab : “Ya, beliau menyuruh kami bila
dalam perjalanan agar tidak melepas khuf selama tiga hari
tiga malam kecuali berjanabat6, tetapi kalau hanya berak,
kencing, atau tidur tidak perlu dilepas.” Saya bertanya lagi
:”Apakah engkau pernah mendengar Rasulullah SAW,
menyebut tentang cinta?” Ia menjawab : “Betul, ketika kami
datang bepergian bersama Rasulullah SAW mendadak
seorang Badui memanggil Rasulullah SAW dengan suara
keras: Ya..Muhammad,” maka Rasulullah pun menjawab
menyerupai suaranya. Kemudian saya berkata kepada orang
Badui itu : “Rendahkanlah suaramu, karena engkau
berhadapan dengan Nabi SAW Dan kamu dilarang berkata
seperti itu.” Dan orang Badui itu berkata lagi: “Bagaimana
seseorang yang mencintai sekelompok orang, tetapi ia tidak
boleh berkumpul bersamanya?” Nabi SAW menjawab :
“Seseorang itu akan bersama dengan orang yang dicintainya
di hari kiamat.” Beliau selalu bercerita kepada kami, sampai
akhirnya beliau menceritakan tentang sebuah pintu yang
berada di sebelah barat, pintu itu sebesar 40 atau 70 tahun
perjalanan.” Menurut Sufyan, salah seorang perawi dari
daerah Syiria berkata : “Allah Ta`ala menciptakan pintu itu
ketika Ia menciptakan langit dan bumi; pintu itu senantiasa
terbuka untuk menerima taubat dan tidak akan ditutup
sebelum matahari terbit dari arah barat. ( H.R Tirmidzi ) Bab
Taubat, Hal 20-21.
6.Apabila keluar air mani karena mimpi atau bersetubuh
dengan istrinya.
8. Dari Abu Sa`id Sa`ad bin Malik bin Sinan Al- Khudriy ra. Nabi
SAW bersabda : “Sebelum kalian, ada seorang laki-laki
membunuh 99 orang. Kemudian ia bertanya kepada penduduk
sekitar tentang seorang yang alim, maka ia ditunjukkan
kepada seorang rahib ( pendeta Bani Israil). Setelah
mendatanginya, ia menceritakan bahwa ia telah membunuh
99 orang, kemudian ia bertanya : “ Apakah ia bisa
bertaubat?”. Ternyata pendeta itu menjawab : “Tidak” Maka
pendeta itupun dibunuh sehingga genaplah jumlahnya
seratus. Kemudian ia bertanya lagi tentang seorang yang
paling alim di atas bumi ini. Ia ditunjukkan kepada seorang
laki-laki alim. Setelah menghadap ia bercerita bahwa dirinya
telah membunuh seratus jiwa, dan bertanya : “ Bisakah saya
bertaubat?” Orang alim itu menjawab: “Ya, siapakah yang
akan menghalangi orang bertaubat? Pergilah kamu ke kota ini
(menunjukkan ciri-ciri kota yang dimaksud) sebab di sana
terdapat orang-orang yang menyembah Allah Ta`ala.
Beribadahlah kepada Allah bersama mereka dan jangan
kembali ke kotamu. Karena kotamu kota yang jelek!” Lelaki
itupun berangkat, ketika menempuh separuh perjalanan maut
menghampirinya. Kemudian timbullah perselisihan antara
malaikat Rahmat dengan malaikat Azab, siapakah yang lebih
berhak membawa rohnya. Malaikat Rahmat beralasan bahwa
: “Orang ini datang dalam keadaan bertaubat, lagi pula
menghadapkan hatinya kepada Allah.” Sedangkan malaikat
Azab (bertugas menyiksa hamba Allah yang berdosa)
beralasan: “Orang ini tidak pernah melakukan amal baik.”
Kemudian Allah SWT. mengutus malaikat yang menyerupai
manusia mendatangi keduanya untuk menyelesaikan masalah
itu dan berkata: “ Ukurlah jarak kota tempat ia meninggal
antara kota asal dan kota tujuan, Manakah lebih dekat, maka
itulah bagiannya.” Para malaiakat itu lalu mengukur, ternyata
mereka mendapati si pembunuh meninggal dekat kota tujuan,
maka malaikat Rahmatlah yang berhak membawa roh orang
tersebut.” ( H.R Bukhari dan Muslim ).
Pada riwayat lain di dalam kitab Ash-Shahih disebutkan : “Ia lebih
dekat sejengkal untuk menuju daerah tujuan, maka ia dimasukkan
dalam kelompok mereka.”
Dalam riwayat lain, di dalam kitab Ash-Shahih disebutkan :
“Kemudian Allah Ta`ala memerintahkan kepada daerah hitam itu
untuk menjauh dan memerintahkan kepada daerah yang baik itu
untuk mendekat kemudian menyuruh kedua malaikat itu
mengukurnya, akhirnya mereka mendapakan daerah yang baik itu
sejengkal lebih dekat sehingga ia diampuni.”
Di dalam riwayat lain disebutkan: “Allah mengarahkan hatinya
untuk menuju ke daerah yang baik itu”
9. Dari Abdullah bin Ka`ab bin Malik ra. ( beliau adalah seorang
panglima perang), dari anaknya, ia berkata : “Saya
mendengar Ka`ab bin Malik bercerita tentang tertinggalnya
(tidak bersama) Rasulullah SAW Dalam perang Tabuk, Ka`ab
bin Malik berkata : “ Saya selalu bersama Rasulullah SAW
Dalam setiap peperangan, kecuali dalam perang Tabuk.
Memang saya juga tidak bersama beliau dalam perang Badar,
tetapi tak seorang pun dicela, karena tidak ikut perang
tersebut. Sebab waktu itu Rasulullah SAW bersama kaum
muslimin keluar bertujuan menghadang rombongan Quraisy,
lalu tanpa terduga Allah mempertemukan mereka dengan
musuh. Sungguh aku mengikuti pertemuan bersama
Rasulullah SAW pada malam hari di dekat Jumrah Aqabah,
ketika kami berjanji memeluk Agama Islam. Saya tidak
merasa lebih senang seandainya saya bisa mengikuti perang
Badar, tetapi tidak mengikuti ba`iat di Jumrah Aqabah,
meskipun perang Badar lebih banyak disebut-sebut
keutamaanya di kalangan manusia daripada Ba`iat Jumrah
Aqabah. Adapun cerita tentang diriku tidak ikut perang Tabuk,
waktu itu saya sama sekali tidak merasa lebih kuat ataupun
lebih mudah (mencari perlengkapan perang), daripada ketika
aku tertinggal Rasulullah SAW daripada ketika aku tertinggal
dari perang Tabuk. Demi Allah sebelum perang Tabuk saya
tidak dapat mengumpulkan dua kendaraan sekaligus, tetapi
waktu perang Tabuk kalau mau saya bisa melakukannya.
Dikarenakan Rasulullah SAW berangkat ke Tabuk ketika hari
itu sangat panas, menghadapi perjalanan jauh dan sulit, serta
menghadapi musuh yang berjumlah besar, maka Rasulullah
merasa perlu membekali kaum muslimin akan kesulitankesulitan
yang mungkin dihadapi, agar kaum muslimin
membuat persiapan yang cukup. Rasulullah juga menjelaskan
tentang tujuan mereka.
Waktu itu, kaum muslimin yang ikut perang Tabuk bersama
Rasulullah SAW cukup banyak (sekitar 30.000 orang), tetapi
nama-nama mereka tidak tercatat dalam buku. Sedikit sekali
di antara mereka yang absen (bersembunyi dan tidak ikut
perang). Orang-orang yang absen itu mengira bahwa
Rasulullah SAW tidak mengetahuinya, selama wahyu Allah
Ta`ala tidak turun.
Rasulullah berangkat ke Tabuk ketika buah-buahan dan
tetumbuhan kelihatan bagus. Karena itu, hatiku lebih condong
ke sana (kepada buah-buahan dan tetumbuhan). Tatkala
Rasulullah dan kaum muslimin hendak berangkat
mempersiapkan segala sesuatunya, akupun bergegas keluar,
guna mempersiapkan diri bersama mereka. Namun saya
kembali tanpa menghasilkan apa-apa, padahal dalam hati aku
berkata: “Saya mampu mempersiapkannya jika bersungguhsungguh.“
Demikian itu berlangsung terus, dan saya selalu
menundanya untuk mempersiapkan perlengkapan perang,
sampai kesibukan kaum muslimin memuncak. Pada akhirnya,
di pagi hari Rasulullah SAW beserta kaum muslimin
berangkat, sementara saya belum mengadakan persiapan.
Lalu saya keluar (untuk mencari perlengkapan), tetapi saya
kembali dengan tangan kosong. Hingga kaum muslimin
bertambah jauh dan pertempuran semakin dekat. Kemudian
saya putuskan untuk menyusul kaum muslimin. Dengan
perasaan menyesal ia berkata: “Andai saja saya berbuat
demikian, namun takdir menentukan lain,”
Akhirnya, apabila saya keluar dan bergaul dengan masyarakat
sesudah berangkatnya Rasulullah SAW Hatiku resah dan saya
menganggap diri ini tidak lebih sebagai seorang munafiq, atau
lelaki yang diberi keringanan oleh Allah karena lemah (pada
saat itu, di Madinah yang tinggal hanyalah orang-orang yang
disebut munafiq dan orang-orang yang udzur karena amat
lemah, seperti orang yang tidak dapat berjalan, buta, sakit,
dan sebagainya). (Menurut keterangan teman-teman)
Rasulullah SAW tidak pernah menyebut-nyebut saya, hingga
sampai ke Tabuk. Sesampainya di Tabuk, barulah beliau
bertanya : “Apa sebenarnya yang dikerjakan oleh Ka`ab Bin
Malik?” Salah seorang dari Bani Salimah menjawab : “Ya
Rasulullah, dia terhalang oleh selendangnya dan sedang
memandang kedua pinggangnya (sedang bersenang-senang
memakai pakaiannya). “Tetapi Mu`adz bin Jabal
menghardiknya : “Betapa buruk perkataanmu, Demi Allah,
yang kami ketahui pada Ka`ab hanyalah kebaikan.”
Rasulullah SAW pun diam. Pada saat itulah melihat seorang
lelaki berpakaian putih sedang berjalan di kejauhan.
Rasulullah bersabda: “Mudah-mudahan itu adalah Abu
Khaitsamah.” Ternyata benar, orang itu adalah Abu
Khaitsamah Al-Anshariy. Dialah orang yang bersedekah
segantang kurma, ketika diolik-olok oleh orang munafiq.
Ka`ab meneruskan ceritanya: ”Tatkala saya mendengar,
bahwa Rasulullah berada dalam perjalanan pulang dari Tabuk,
maka kesusahan pun mulai menyelimuti saya. Saya mulai
mereka-reka, alasan apa yang bisa menyelamatkan saya dari
Rasulullah SAW Saya juga meminta bantuan keluargaku
mencari alasan dan jalan keluar yang sangat baik. Tetapi,
ketika mendengar bahwa Rasulullah SAW sudah dekat,
hilanglah segala macam kebohongan yang saya siapkan,
hingga saya yakin tidak ada alasan yang dapat
menyelamatkan dari Rasulullah SAW selamanya. Karena itu
saya mengatakan yang sebenarnya. Keesokan harinya,
Rasulullah SAW tiba. Biasanya, kalau beliau datang dari
bepergian, yang beliau tuju pertama kali adalah masjid.
Beliau mengerjakan shalat dua raka`at lalu duduk menunggu
kaum muslimin melaporkan sesuatu dan sebagainya.
Maka berdatanganlah orang-orang yang tidak ikut ke Tabuk,
menemui beliau. Mereka mengemukakan berbagai alasan
kepada Rasulullah SAW disertai dengan sumpah. Mereka yang
tidak ikut perang Tabuk ada delapan puluh orang lebih.
Rasulullah SAW Menerima mereka, beliau memperkenankan
memperbaharui bai`at dan memohonkan ampun bagi
mereka, sedangkan batin mereka, beliau serahkan kepada
Allah Ta`ala. Tibalah giliran saya menghadap. Ketika saya
mengucapkan salam beliau tersenyum sinis, kemudian
bersabda : “Kemarilah” Ka`ab berjalan mendekat dan duduk
di hadapan beliau. Lalu beliau mulai bertanya: “Apa yang
menyebabkan engkau tidak ikut berangkat? Bukankah engkau
telah membeli kendaraan?” Saya menjawab: “Ya, Rasulullah!
Demi Allah, andaikan saya duduk di hadapan orang selainmu,
saya yakin dapat bebas dari kemarahannya dengan
menggunakan berbagai alasan yang bisa diterima. Sungguh,
saya telah dikaruniai kepandaian berbicara. Namun, demi
Allah aku benar-benar yakin, seumpama hari ini saya berkata
bohong dan engkau menerimanya, pasti sebentar lagi Allah
Ta`ala menggerakan hatimu untuk marah kepada saya.
Sebaliknya, jika saya berkata benar yang membuatmu marah,
maka saya dapat mengharapkan penyelesaian yang baik dari
Allah. Demi Allah, aku tidak mempuyai udzur7.” Demi Allah,
diriku sama sekali tidak merasa kuat dan lebih mudah
daripada ketika aku tidak mengikutimu ke Perang Tabuk.
Sekarang ini, saya merasa cukup segalanya”
Rasulullah SAW, bersabda : Orang ini (Ka`ab bin Malik) telah
berkata benar. Berdirilah! Tunggulah keputusan Allah
terhadap dirimu. Akupun berdiri. Beberapa orang dari Bani
Salimah menghampiri saya. Mereka berkata kepada saya :
“Demi Allah, kami tidak pernah melihatmu melakukan dosa
sebelum ini. Engkau benar-benar tidak mampu
mengemukakan alasan kepada Rasulullah SAW seperti yang
dilakukan oleh orang-orang lain yang tidak ikut ke Tabuk.
Mestinya cukuplah bagimu, jika Rasulullah SAW memintakan
ampun untukmu.”
Ka`ab melanjutkan : “Demi Allah, orang-orang Bani Salimah
itu terus menerus menyalahkan diriku, sehingga ingin rasanya
saya kembali kepada Rasulullah SAW Untuk meralat
perkataanku. Tetapi kemudian aku bertanya kepada orangorang
Bani Salimah itu: “Adakah orang lain yang mengalami
seperti yang saya alami?” Mereka menjawab: “Ya, memang
ada. Ada dua orang yang mengatakan seperti apa yang
engkau katakan dan mereka mendapat jawaban sama seperti
jawaban yang engkau terima.” Saya bertanya :”Siapa
mereka?” Mereka menjawab:” Murarah bin Rabi`ah Al-Amiriy
dan Hilal bin Umayyah Al-Waqifiy.”
Dua orang lelaki shalih itu telah mengikuti perang Badar dan
dapat kuikuti karena akhlaknya. Sejak saat itu, Rasulullah
SAW melarang kaum muslimin berbicara dengan kami bertiga.
Sejak itu pula mereka telah mengubah sikap dan menjauhi
kami, sehingga bumi terasa asing bagiku, seolah-olah bumi
yang saya pijak ini bukanlah bumi yang sudah kukenal.
Keadaan seperti ini berlangsung selama lima puluh hari.
Dua orang temanku ( Murarah dan Hilal) menyembunyikan
diri dan diam di rumahnya masing-masing, sambil tiada hentihentinya
menangis mohon ampun kepada Allah karena tidak
ikut perang.
Di antara kami bertiga, akulah orang yang paling muda dan
paling kuat. Aku tetap keluar rumah untuk mengikuti salat
jama`ah bersama kaum muslimin, juga pergi ke pasar, tetapi
tak seorangpun mau diajak bicara. Saya pergi menghadap
Rasulullah SAW Untuk sekadar mengucapkan salam kepada
beliau di tempat duduk beliau sesudah salat. Tetapi hati ini
berkata: “Apakah Rasulullah SAW, akan menggerakan bibir
beliau untuk menjawab salam, ataukah tidak?” Kemudian
saya mengerjakan salat berdekatan dengan beliau, sesekali
aku melirik beliau. Apabila menghadap ke salat, beliau
memandangku, kalau menengok ke arah beliau, beliau
berpaling dari saya.
Hal ini terjadi berturut-turut sampai suatu hari saya berjalanjalan,
lalu melompati pagar pekarangan Abu Qatadah. Dia
adalah saudara sepupu dan orang yang paling kusayangi.
Kuucapkan salam kepadanya, demi Allah, bukankah engkau
tahu bahwa aku ini cinta kepada Allah dan Rasul-Nya?” Abu
Qatadah diam saja. Sehingga kuulangi pertanyaanku, dia
tetap diam, sesudah saya ulangi pertanyaan saya sekali lagi,
barulah dia menjawab:”Allah dan Rasul-Nya lebih tahu!”
Seketika itu mengalirlah air mata saya dan saya pun pulang.
Pada suatu hari, ketika saya sedang berjalan-jalan di kota
Madinah, tiba-tiba ada seorang petani beragama Kristen dari
Syam yang datang ke Madinah untuk menjual bahan
makanan. Petani itu bertanya (kepada orang-orang yang
berada di pasar) :” Siapakah yang dapat menunjukkanku
kepada Ka`ab bin Malik?” orang-orang memberikan isyarak
ke arahku. Petani itu mendatangiku dan menyerahkan
sepucuk surat kepadaku, dari Raja Ghassan. Setelah saya
baca ternyata isinya sebagai berikut: ”Amma ba`du. Sungguh
kami mendengar bahwa temanmu (Nabi Muhammad SAW)
mendiamkanmu, sedangkan Allah sendiri tidak menjadikanmu
untuk tinggal di tempat hina dan tersia-sia. Karena itu
datanglah ke negeri kami. Kami pasti menolongmu.”
Saat membaca surat itu aku berpikir: ”Ini juga merupakan
cobaan.” Kemudian saya bakar surat itu di dapur. Selang
empat puluh hari, tiba-tiba seorang utusan Rasulullah SAW
Datang kepadaku dan berkata : “Rasulullah SAW
memerintahkanmu untuk menjauhi isterimu.” Ka`ab
bertanya: “Apakah saya harus menceraikannya atau
bagaimana?”
Utusan itu menjawab :”Tidak, tetapi hindarilah dia, jangan
dekat-dekat padanya!”
Rasulullah SAW juga mengirimkan utusan kepada kedua
orang temanku (Murarah dan Hilal), yang maksudnya sama
dengan yang kuterima. Saya berkata kepada isteriku:
”Pulanglah kepada keluargamu. Sementara menetaplah
engkau di sana, sampai keputusan Allah datang.
Suatu saat isteri Hilal bin Umayyah menghadap kepada
Rasulullah SAW Memohon kepada beliau :”Ya Rasulullah!
Suamiku, Hilal bin Umayyah, adalah seorang tua
sebatangkara dan tidak mempunyai pelayan, Apakah engkau
keberatan bila aku melayaninya?” Rasulullah SAW menjawab:
”Tidak, tetapi yang saya maksud jangan sampai dia dekatdekat
padamu.” Isteri Hilal pun berkata: ”Demi Allah, Hilal
sudah tidak lagi mempunyai keinginan sedikitpun(gairah)
terhadapku. Dan demi Allah, tak henti-hentinya dia menangis
sejak engkau melarang kaum muslimin berbicara dengannya,
sampai hari ini.”
Sebagian keluarga berkata kepada saya : “Hai Ka`ab! Kalau
saja engkau meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk
isterimu tentu itu lebih baik, sebagaimana isteri Hilal bin
Umayyah untuk melayani suaminya.” Saya menjawab: ”Saya
tidak akan meminta izin kepada Rasulullah SAW Saya tidak
tahu apa yang akan dikatakan Rasulullah SAW Apabila saya
meminta izin beliau, sedangkan saya seorang yang masih
muda.”
Saya lalui kehidupan tanpa isteri itu selama sepuluh hari
(menunggu keputusan Allah). Genaplah sudah bagi kami, lima
puluh hari sejak ada larangan berbicara dengan kami.
Kemudian pada hari ke lima puluh, di bagian atas rumahku
pada saat aku sedang duduk ketika shalat shubuh, Allah
menyebut-nyebut tentang kami. Di saat itu pula hatiku sangat
resah, bumi yang sedemikian luas seakan sempit bagiku.
Kemudian aku mendengar suara orang yang berteriak-teriak
naik ke atas Sal`i. “Hai Ka`ab bin Malik, bergembiralah !”
Serta merta aku menjatuhkan diri bersujud syukur dan aku
tahu. Bahwa saya dapat penyelesaian.
Rasulullah SAW memberi tahu kepada kaum muslimin, bahwa
Allah Yang Mahaagung dan Maha Tinggi telah menerima
taubat kami bertiga. Kabar itu disampaikan seusai beliau
mengerjakan shalat Subuh. Maka kaum muslimin
berdatangan mengucapkan selamat dan ikut bergembira, juga
kepada kedua orang teman (Murarah dan Hilal). Mereka ada
yang datang berkuda, ada lagi penduduk Aslam yang berjalan
kaku dan ada pula yang naik gunung berteriak mengucapkan
selamat, sehingga suaranya lebih cepat dari larinya kuda.
Ketika saya mendengar ucapan selamat dari orang pertama
dan datang kepada saya, seketika itu juga saya melepaskan
pakaian dan saya kenakan kepadanya. Padahal demi Allah
waktu itu saya tidak memiliki pakaian.
Setelah itu, saya meminjam pakaian dan berangkat untuk
menghadap Rasulullah SAW Sementara kaum muslimin
menyambutku, mengucapkan selamat atas diterimanya
taubatku. Mereka berkata kepada saya : “Selamat atas
pengampunan Allah kepadamu.”
Demikianlah, sepanjang jalan kaum muslimin memberikan
selamat. Sesampainya di masjid, ternyata Rasulullah SAW
Sedang duduk dikelilingi oleh para sahabat. Melihat
kedatanganku, sahabat Thalhah bin Ubaidillah segera berdiri
menyongsongku. Menjabat tangan saya dan memberi
selamat. Demi Allah! Tak seorangpun di antara para sahabat
Muhajirin yang berdiri, kecuali dia. Karena itulah Ka`ab tak
bisa melupakan kebaikannya.
Ka`ab meneruskan ceritanya.:”Tatkala saya mengucapkan
salam kepada Rasulullah SAW Beliau menyambut saya
dengan wajah berseri-seri dan berkata:”Bergembiralah!
Karena, hari ini merupakan hari paling baik bagimu, sejak
kamu dilahirkan ibumu.”Aku bertanya: “Wahai Rasulullah
apakah darimu sendiri ataukah dari sisi Allah?” Beliau SAW
Menjawab :”Dari Allah yang Mahaagung dan Maha Tinggi.”
Jika merasa senang, wajah Rasulullah SAW, bersinar terang,
seolah-olah merupakan potongan rembulan. Melalui
wajahnya, kami mengetahui bahwa Rasulullah SAW sedang
senang hatinya.
Ketika saya duduk menghadap beliau, aku berkata:”Ya
Rasulullah, sungguh, termasuk taubat saya (sebagai
pernyataan rasa syukurku), aku hendak menyerahkan harta
bendaku sebagai sedekah untuk (mendapakan ridha) Allah
dan Rasul-Nya.” Rasulullah SAW, bersabda: ”Simpanlah
sebagian harta bendamu (Jangan engkau serahkan
seluruhnya). Itu lebih baik. ”Kemudian saya menjawab: ”Saya
masih mempunyai tanah yang menjadi bagian saya hasil dari
rampasan perang di Khaibar.” Lebih lanjut saya berkata:”Ya
Rasulullah, sesungguhnya, Allah telah menyelamatkanku
karena kejujuran. Dan saya nyatakan, bahwa termasuk
taubatku (sebagai pernyataan rasa syukur kepada Allah).
Saya tidak akan berbicara selain yang benar, selama hidup
saya.” Demi Allah, saya tidak pernah melihat seorangpun di
antara kaum muslimin yang diuji Allah Ta`ala untuk berkata
jujur, lebih baik dari saya semenjak berjanji kepada Rasululah
SAW Hingga kini, aku tidak pernah sengaja berbohong. Dan
saya berharap semoga Allah menjagaku dalam sisa hidupku.
Kemudian Allah menurunkan ayat surat At-taubah.:”
Sesungguhnya Allah telah benar-benar menerima taubat Nabi,
sahabat-sahabat Muhajirin dan Anshar yang mengikuti Nabi
(Berangkat ke Tabuk) dalam masa kesulitan (mencari
perlengkapan perang), sesudah hati segolongan dari para
sahabat tersebut hampir saja berpaling (saking berat dan
payahnya), kemudian Allah menerima taubat mereka,
Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
terhadap mereka. Dan juga terhadap tiga orang (Ka`ab, Hilal,
dan Murarah) yang ditangguhkan (keputusan penerimaan)
taubat mereka, sehingga manakala bumi telah menjadi
sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan merekapun
telah sempit pula dirasakan oleh mereka, serta mereka tahu
bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah melainkan
kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka,
agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah
Zat Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang. Hai orangorang
yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah kalian berkumpul dengan orang-orang yang
benar.” Menurut Ka`ab, demi Allah! Belum pernah Allah
memberikan nikmat, sesudah Dia memberi saya petunjuk
memeluk islam yang melebihi kejujuran saya kepada
Rasulullah SAW Sebab, andaikata saya berbohong kepada
beliau, pastilah bencana menimpa saya (rusak agamaku),
sebagaimana orang-orang munafiq yang berdusta kepada
beliau. Sungguh, Allah berfirman untuk orang-orang yang
mendustai Rasulullah SAW dan mengecam betapa jelek orang
tersebut.
Sebagaimana firman Allah dalam surat At-Taubah, ayat 95
dan 96:”Orang-orang munafik itu akan bersumpah dengan
nama Allah kepada kalian, apabila kalian kembali kepada
mereka (di Madinah), agar kalian berpaling dari mereka (tidak
mencela mereka). Maka berpalinglah kalian dari mereka,
karena sesungguhnya mereka itu najis (hatinya) dan tempat
mereka adalah Jahannam (di Akhirat), sebagai balasan atas
apa yang mereka perbuat. Mereka akan bersumpah kepada
kalian, supaya kalian ridha terhadap mereka. Tetapi, jika
sekiranya kalian ridha terhadap mereka, maka ketahuilah
sesungguhnya Allah ridha terhadap orang-orang yang fasik.”
Lebih lanjut Ka`ab berkata: ”Urusan kami bertiga ditunda dari
urusan orang-orang munafiq, ketika mereka bersumpah
kepada Rasulullah SAW lalu beliau menerima bai`at mereka
dan meminta ampun kepada Allah. Tetapi masalah kami
ditunda Rasulullah SAW Sampai Allah memutuskan menerima
taubat kami.
Sebagaimana firman Allah Ta`ala :”Dan terhadap tiga orang
yang ditangguhkan taubatnya.”
Firman Allah tersebut menurut Ka`ab, bukan berarti kami
bertiga ketinggalan dari perang Tabuk, tetapi mempunyai arti
bahwa persoalan kami bertiga diundur dari orang munafiq
yang bersumpah kepada Rasulullah SAW Dan menyampaikan
bermacam-macam alasan yang kemudian diterima oleh
Rasulullah SAW”
( H.R Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain : “ Nabi SAW Pada waktu perang Tabuk keluar
pada hari kamis; dan memang sudah menjadi kesukaan beliau
untuk bepergian pada hari kamis”
Dalam salah satu riwayat disebutkan :”Biasanya beliau kalau datang
dari bepergian pada waktu pagi, dan bila datang biasanya langsung
ke masjid dan salat dua rakaat kemudian duduk di dalamnya.”
10. Dari Abu Nujaki Imran bin Al-Husain Al-Khuza`iy ra., ia
berkata :”Ada seorang wanita dari Juhainah datang kepada
Rasulullah SAW, sedangkan ia sedang hamil karena berzina
dan berkata:”Ya Rasulullah, saya telah melakukan kesalahan,
dan saya harus di had(hukum), maka laksanakanlah had itu
pada diri saya. ”Kemudian Nabi SAW memanggil walinya9
seraya bersabda: “perlakukanlah baik-baik wanita ini, apabila
sudah melahirkan, bawalah kemari.”Maka dilaksanakan
perintah itu oleh walinya. Kemudian setelah wanita itu
melahirkan, dibawalah ke hadapan Rasulullah SAW Dan
memerintahkan untuk wanita, maka diikatkanlah pakaiannya
untuk dirajam.
Setelah ia mati, maka Rasulullah SAW menyalatkannya.
Namun Umar berkata kepada beliau: ”Ya Rasulullah, mengapa
engkau menyalatkan wanita itu, padahal ia telah berzina.”
Beliau menjawab : “Wanita itu benar-benar bertaubat, dan
seandainya taubatnya dibagi pada tujuh puluh penduduk
Madinah, niscaya masih cukup. Pernahkah kamu
mendapatkan orang yang lebih utama daripada seseorang
yang telah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah Tang
Maha Mulia lagi Maha Agung?” ( H.R Muslim)
9 Orang yang bertanggung jawab terhadap dia, di antaranya
orang tua, saudara laki-laki, pamannya atau kerabat dekat yang
lain.
11. Dari Ibnu Abbas dan Anas bin Malik ra., Rasulullah SAW
bersabda : ”Seandainya seorang mempunyai satu lembah dari
emas, niscaya ia ingin mempunyai dua lembah, dan tidak
akan merasa puas kecuali tanah sudah memenuhi mulutnya10.
Dan Allah senantiasa menerima taubat orang yang
bertaubat.” ( H.R Bukhari dan Muslim)
10 Tidak akan puas untuk mengumpulkan harta , sebelum ia
meninggal dunia.
12. Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah SAW Bersabda: ”Allah
gembira manakala ada dua orang yang saling membunuh dan
keduanya masuk surga. Pertama, seseorang yang mati
berjuang di jalan Allah. Yang kedua, orang yang membunuh
itu bertaubat kepada Allah, kemudian masuk Islam dan
terbunuh di Jalan Allah (mati syahid)”.
(H.R Bukhari dan Muslim).
Sumber : sufiroad.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar