Selasa, 14 Juni 2011
Kisah Sahabat Nabi: Abu Hurairah Ad-Dausi, Sang Penghapal Hadits
Tidak diragukan lagi, hampir semua kaum Muslimin pasti mengenal sahabat Nabi yang satu ini. Ia mempunyai bakat yang luar biasa dalam hal kemampuan dan kekuatan ingatan, ia mempunyai kelebihan dalam seni menangkap apa yang didengarnya. Sedangkan daya ingatnya mempunyai keistimewaan dalam menghafal dan menyimpan.
Hampir tak pernah ia melupakan satu kata atau satu huruf pun dari semua yang pernah didengarnya. Ia telah mewakafkan hampir seluruh hidupnya untuk lebih banyak mendampingi Rasulullah saw, sehingga ia termasuk salah seorang sahabat yang paling banyak menerima dan menghapal hadis, serta meriwayatkannya.
Pada zaman Jahiliyah, orang memanggilnya Abu Syams. Ketika hendak memeluk Islam, Rasulullah bertanya kepadanya, "Siapa namamu?"
"Abdu Syams," jawabnya singkat.
"Bukannya Abdurrahman (Hamba Allah)?" tanya Rasulullah.
"Demi Allah, benar. Abdurrahman, ya Rasulullah," jawab Abu Hurairah setuju.
Diberi gelar Abu Hurairah, karena waktu kecil dia mempunyai seekor anak kucing betina dan selalu bermain-main dengannya. Maka gelar masa kecilnya lebih populer daripada nama aslinya. Setelah Rasulullah mengetahui gelar dan asal-usul namanya, maka beliau selalu memanggilnya "Abu Hirr" sebagai panggilan akrab. Dan Abu Hurairah lebih terkesan dengan panggilan "Abu Hirr" daripada "Abu Hurairah".
Abu Hurairah masuk Islam dengan perantaraan Thufail bin Amr Ad-Dausi. Islam masuk ke negeri Daus kira-kira awal tahun ke-7 Hijriyah, yaitu ketika dia menjadi utusan kaumnya menemui Rasulullah SAW di Madinah.
Setelah bertemu Rasulullah, pemuda Daus ini memutuskan untuk berkhidmat (menjadi pelayan) Nabi dan menemani beliau. Oleh karena itu, ia tinggal di masjid, di mana Rasulullah mengajar dan menjadi imam. Selama Rasulullah hidup, Abu Hurairah tidak menikah dan belum punya anak.
Namun ia mempunyai ibu yang sudah lanjut usia, dan masih tetap musyrik. Abu Hurairah tidak berhenti mengajak ibunya masuk Islam, karena dia sangat menyayanginya dan ingin berbakti. Tetapi ibunya malah menjauh dan menolak ajakannya. Ia pun meninggalkan ibunya dengan perasaan kacau dan hati yang terkoyak.
Dia pernah mengajak ibunya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, namun sang ibu menolak sambil mencela Rasulullah dengan kata-kata yang menyedihkan dan menyakitkan hati. Ia pun pergi menemui Nabi SAW.
"Mengapa kau menangis, wahai Abu Hurairah?" tanya Rasulullah.
"Aku tidak bosan-bosannya mengajak ibuku masuk Islam. Tetapi ia selalu menolak. Hari ini ia kuajak masuk Islam, tapi ia malah mengucapkan kata-kata yang tidak pantas mengenai dirimu, wahai Rasulullah, yang tak sudi kudengar. Tolonglah doakan, ya Rasulullah, semoga ibuku tergugah masuk Islam," katanya.
Rasulullah pun mendoakan semoga hati ibu Abu Hurairah terbuka untuk masuk Islam. Pada suatu hari, ketika pulang ke rumahnya, Abu Hurairah mendapati pintu dalam keadaan tertutup. Di dalam terdengar bunyi gemercik air. Tatkala hendak masuk ke dalam, terdengar suara ibunya, "Tunggu di tempat!"
Agaknya sang ibu tengah berpakaian. Tak lama kemudian. "Masuklah!" kata ibunya. Begitu masuk ke dalam, ibunya berkata, "Aku bersaki bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya."
Abu Hurairah kembali kepada Rasulullah sambil menangis gembira, sebagaimana sebelumnya ia menangis karena sedih. "Bergembiralah wahai Rasulullah, Allah mengabulkan doa anda. Ibuku telah masuk Islam," ujarnya.
Abu Hurairah mencintai Rasulullah hingga mendarah daging. Dia tak pernah bosan memandang wajah beliau. "Bagiku tidak ada yang lebih indah dan cemerlang selain wajah Rasulullah SAW. Dalam penglihatanku, seolah-olah matahari sedang memancar di wajah beliau," katanya suatu ketika.
Sebagaimana besar cintanya kepada Rasulullah SAW, maka begitu pula besar cintanya kepada ilmu. Sehingga ilmu menjadi kegiatan dan puncak cita-citanya.
Ketika kaum Muslimin memperoleh kesejahteraan dari limpahan rampasan perang. Abu Hurairah mendapat bagian, berupa sebuah rumah dan harta. Walaupun begitu, semua kenikmatan yang diperolehnya tidak sedikit pun merubah kepribadiannya yang mulia. Dia tidak pernah melupakan masa lalunya.
Dia kerap bercerita, "Aku dibesarkan ibuku dalam keadaan yatim. Kemudian aku hijrah dalam keadaan miskin. Aku pernah mengambil upah di perkebunan Binti Ghazwan, hanya untuk mendapatkan sesuap makanan. Aku juga pernah menjadi pelayan (khadam), menurunkan dan menaikkan keluarga itu dari dan ke atas kendaraannya. Kemudian aku dinikahkan Allah dengan anak perempuan mereka."
Abu Hurairah pernah menjadi Walikota Madinah lebih dari satu kali. Dia diangkat menjadi walikota oleh Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan. Kelembutan dan keluwesan pemerintahannya tidak ada yang menandingi.
Dalam pribadi Abu Hurairah terkumpul kekayaan akan ilmu, ketakwaan dan kewara'an. Siang hari dia puasa, malam dia beribadah. Kemudian dibangunkannya istrinya. Istrinya beribadah sepertiga malam, setelah itu membangunkan anak perempuannya. Maka anak gadis itu beribadah juga sepertiga malam terakhir. Karena itu dalam rumah tanggal Abu Hurairah tidak putus-putusnya orang beribadah sepanjang malam.
Sepanjang hidupnya, Abu Hurairah senantiasa bersikap dan berbuat baik terhadap ibunya. Bila dia keluar rumah, dia berdiri lebih dahulu di muka pintu kamar ibunya, untuk mengucapkan salam. Ia juga giat mengajak orang bersikap dan berbuat baik terhadap orang tua mereka, serta menyayangi mereka.
Ketika Abu Hurairah sakit dan akan meninggal dunia, dia menangis. Orang-orang bertanya padanya, "Mengapa anda menangis, wahai Abu Hurairah?"
Ia menjawab, "Aku menangis bukan karena sedih berpisah dengan dunia ini, bukan! Aku menangis karena perjalanan masih jauh, sedangkan perbekalanku hanya sedikit. Aku telah berada di ujung jalan yang akan membawaku ke surga atau neraka. Sedangkan aku tidak tahu di jalan mana aku berada."
Marwan bin Hakam datang berkunjung menengoknya. Kata Marwan, "Semoga Allah segera menyembuhkanmu, wahai Abu Hurairah!"
Mendengar doa Marwan tersebut, Abu Hurairah justru berdoa sebaliknya. "Ya Allah, aku sudah rindu bertemu dengan-Mu. Semoga Engkau juga begitu terhadapku. Segerakanlah bagiku pertemuan itu!"
Tidak lama setelah Marwan tiba di rumahnya, Abu Hurairah meninggal dunia dengan tenang. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepadanya. Ia telah menghapal tidak kurang dari 1.609 hadits Rasulullah SAW untuk kaum Muslimin.
sumber : republika.co.id
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar