Kamis, 26 Mei 2011
Sejarah Hidup Muhammad SAW: Harta Rampasan dan Tawanan Perang
Keesokan harinya, ketika kaum Muslimin sudah bersiap-siap pulang ke Madinah, timbullah pertanyaan seputar masalah harta rampasan perang. Masing-masing pihak merasa berhak karena menganggap diri paling berjasa dalam peperangan yang berakhir dengan kemenangan itu.
Rasulullah menyuruh mengembalikan semua harta rampasan yang ada di tangan mereka, dan dimintanya supaya dibawa agar ia dapat memberikan pendapat atau akan ada ketentuan Tuhan yang akan menjadi keputusan.
Rasulullah kemudian mengutus Abdullah bin Rawahah dan Zaid bin Haritsah ke Madinah guna menyampaikan berita gembira kepada penduduk tentang kemenangan yang telah dicapai kaum Muslimin. Sedangkan beliau sendiri dan para sahabat berangkat pula menuju Madinah dengan membawa tawanan dan rampasan perang yang diperolehnya dari kaum musyrik. Harta rampasan ini diurus oleh Abdullah bin Ka'ab.
Mereka pun berangkat. Setelah menyeberangi Shafra', pada sebuah bukit berpasir Rasulullah berhenti. Di tempat ini, rampasan perang yang sudah ditentukan Allah bagi Muslimin itu dibagi rata. Beberapa ahli sejarah mengatakan, pembagian kepada mereka itu sesudah dikurangi seperlimanya sesuai dengan firman Allah: "Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnus sabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS Al-Anfaal: 41).
Sehari sebelum Nabi dan Muslimin sampai di Madinah kedua utusannya Zaid bin Haritsah dan Abdullah bin Rawahah sudah lebih dulu sampai. Mereka masing-masing memasuki kota dari jurusan yang berlain-lainan. Dan di atas unta yang dikendarainya itu Abdullah mengumumkan dan memberikan kabar gembira kepada kaum Anshar tentang kemenangan Rasulullah dan sahabat-sahabat, sambil menyebutkan siapa-siapa dan pihak musyrik yang terbunuh.
Begitu juga Zaid bin Haritsah melakukan hal yang sama sambil menunggang Al-Qashwa', unta kendaraan Nabi. Kaum Muslimin bergembira ria. Mereka berkumpul, dan mereka yang masih berada dalam rumah pun keluar beramai-ramai menyambut berita kemenangan besar ini.
Sebaliknya orang-orang musyrik dan orang-orang Yahudi merasa terpukul sekali dengan berita itu. Mereka berusaha meyakinkan diri sendiri dan meyakinkan orang-orang Islam yang tinggal di Madinah, bahwa berita itu tidak benar. Namun ternyata Rasulullah SAW yang menang, mereka merasa sangat terkejut.
Posisi mereka terhadap Muslimin jadi lebih rendah dan hina sekali, sampai-sampai ada salah seorang pembesar Yahudi yang berkata, "Bagi kita sekarang lebih baik berkalang tanah daripada tinggal di atas bumi ini sesudah kaum bangsawan, pemimpin-pemimpin dan pemuka-pemuka Arab serta penduduk tanah suci itu mendapat bencana."
Kaum Muslimin memasuki Madinah sehari sebelum tawanan-tawanan perang sampai. Sesudah itu Rasulullah kemudian memisah-misahkan para tawanan itu di antara sahabat-sahabatnya, sambil berpesan, "Perlakukanlah mereka sebaik-baiknya!"
Masalah ini menjadi pikiran Rasulullah, apa yang harus dilakukannya terhadap mereka itu. Dibunuh saja atau harus meminta tebusan dari mereka? Mereka itu orang-orang yang keras dalam perang, orang yang kuat bertempur. Hati mereka penuh rasa dengki dan dendam setelah mengalami kehancuran di Badar, dan membawa aib sebagai tawanan perang.
Apabila menerima tebusan, ini berarti mereka akan berkomplot dan akan kembali memeranginya lagi. Kalau dibunuh, akan menimbulkan sesuatu dalam hati keluarga-keluarga Quraisy, yang bila dapat ditebus barangkali akan jadi tenang.
Rasulullah menyerahkan masalah ini ke tangan para sahabat dan kaum Muslimin. Diajaknya mereka bermusyawarah dan pilihan terserah kepada mereka. Kalangan Muslimin sendiri melihat tawanan-tawanan ini ternyata masih ingin hidup dan akan bersedia membayar tebusan dengan harga tinggi.
Setelah berunding, akhirnya diputuskan bahwa para tawanan dapat ditebus. Setelah itu turunlah firman Allah: "Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS Al-Anfaal: 67).
Tindakan kaum Muslimin terhadap tawanan-tawanan Perang Badar adalah suatu teladan yang baik dan penuh kasih-sayang, dibandingkan dengan apa yang terjadi dalam beberapa revolusi yang oleh pencetusnya diagungkan dengan istilah keadilan dan kasih-sayang. Dan ini pun merupakan satu bagian saja di samping penyembelihan-penyembelihan yang banyak terjadi atas nama Kristus, seperti penyembelihan Saint Bartholomew (Saint Barthelemy)—suatu peristiwa penyembelihan yang dianggap aib besar dalam sejarah Kristen, di mana orang-orang Katholik di Paris membantai orang-orang Protestan.
Sementara orang-orang Islam sedang bersukaria karena dengan anugerah Allah mereka mendapat kemenangan berikut harta rampasan, Haisuman bin Abdullah Al-Khuza'i dengan tergesa-gesa berangkat menuju Makkah. Dia menjadi orang yang pertama masuk Makkah dan memberitahukan penduduk mengenai hancurnya pasukan Quraisy serta bencana yang telah menimpa pembesar, pemimpin dan bangsawan mereka.
Setelah mendengar berita tersebut, Abu Lahab jatuh sakit, dan tujuh hari kemudian ia pun meninggal. Sekarang orang-orang mengadakan perundingan, apa yang harus mereka lakukan. Kemudian dicapai kata sepakat untuk tidak menyatakan duka-cita atas kematian mereka, sebab apabila nanti ini terdengar oleh Muhammad dan sahabat-sahabatnya, mereka akan diejek. Mereka juga tidak akan mengrim orang untuk menebus para tawanan agar Muhammad dan sahabat-sahabatnya tidak meminta tebusan yang terlampau tinggi.
Walau demikian, setelah beberapa lama, akhirnya Quraiys datang juga menebus para tawanan. Nilai tebusan waktu itu berkisar antara 1.000-4.000 dirham untuk tiap orang. Kecuali yang tidak punya apa-apa, dengan kemurahan hatinya Rasulullah SAW membebaskan mereka.
Rasanya tidak ringan nasib yang menimpa Quraisy. Walau begitu, mereka tidak mau menghentikan permusuhan terhadap Rasulullah atau melupakan kekalahan yang mereka alami.
sumber : Republika.co.id
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar