Jumat, 20 Mei 2011

Sejarah Hidup Muhammad SAW: Hijrah ke Yatsrib


Quraisy berencana akan membunuh Rasulullah pada malam hari karena khawatir beliau akan hijrah ke Madinah dan memperkuat diri di sana. Memang tak ada yang menyangsikan bahwa Muhammad SAW akan menggunakan kesempatan itu untuk hijrah.

Namun karena beliau demikian kuat menyimpan rahasia, sehingga tiada seorang pun yang tahu, termasuk Abu Bakar. Rasulullah memang masih tinggal di Makkah ketika mengetahui keadaan Quraisy itu dan ketika kaum Muslimin sudah tak ada lagi yang tinggal kecuali sebagian kecil.

Ketika menantikan perintah Allah yang akan mewahyukan kepadanya supaya hijrah itulah beliau pergi ke rumah Abu Bakar dan memberitahukan, bahwa Allah telah mengizinkan beliau hijrah. Beliau meminta Abu Bakar agar menemaninya dalam hijrah.

Sebelum itu, Abu Bakar memang telah menyiapkan dua ekor untanya yang diserahkan pemeliharaannya kepada Abdullah bin Uraiqiz sampai nanti tiba waktunya diperlukan. Ketika meninggalkan Makkah, Rasulullah memutuskan menempuh jalan lain dari yang biasanya.

Sementara itu, pemuda-pemuda Quraisy yang akan membunuh beliau, malam itu sudah mengepung rumah Rasulullah. Pada malam akan hijrah itu pula Rasulullah membisikkan kepada Ali bin Abi Thalib agar memakai mantelnya dan berbaring di tempat tidurnya.

Menjelang larut malam, tanpa sepengetahuan mereka, Rasulullah keluar menuju rumah Abu Bakar. Kedua orang itu kemudian keluar dan terus bertolak ke arah selatan menuju gua Tsur.

Tiada seorang yang mengetahui tempat persembunyian mereka dalam gua itu selain Abdullah bin Abu Bakar, Aisyah dan Asma binti Abu Bakar, serta pembantu mereka Amir bin Fuhairah.

Kedua orang itu tinggal dalam gua selama tiga hari. Sementara itu, pihak Quraisy berusaha sungguh-sungguh mencari mereka tanpa kenal lelah. Pemuda-pemuda Quraisy—yang mewakili setiap kelompok itu—datang. Mereka membawa pedang dan senjata sambil mondar-mandir mencari ke segenap penjuru.

Tidak jauh dari gua Tsur itu mereka bertemu dengan seorang gembala dan menanyakannya.

"Mungkin saja mereka dalam gua itu, tapi saya tidak melihat ada orang yang menuju ke sana," jawab si gembala.

Seseorang lalu mendekati mulut gua, namun kemudian turun lagi.

"Kenapa kau tidak menjenguk ke dalam gua?" tanya kawan-kawannya.

"Ada sarang laba-laba di tempat itu, yang memang sudah ada sejak sebelum Muhammad lahir," jawabnya. "Aku juga melihat ada dua ekor burung di lubang gua. Jadi aku tahu tak ada orang di sana."

Di dalam gua, Rasulullah khusyuk berdoa, sementara Abu Bakar ketakutan. Ia merapatkan diri kepada kawannya itu.

Rasulullah berbisik di telinganya, "Jangan sedih, Allah bersama kita!"

Tentang pengejaran Quraisy terhadap Rasulullah untuk dibunuh, dan cerita tentang gua ini turunlah firman Allah: "Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya." (QS Al-Anfaal: 30).

"Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Qur'an menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS At-Taubah: 40).

Pada hari ketiga, ketika keadaan sudah tenang, Asma—puteri Abu Bakar—datang membawakan makanan. Karena tidak ada yang dapat dipakai untuk membawa makanan dan minuman, Asma merobek ikat pinggangnya. Belahan yang satu digunakan untuk mengikat makanan dan minuman, sementara belahan lainnya diikatkan di tubuhnya. Oleh sebab itulah, ia mendapat julukan "Dzatin Nithaqain" (Pemilik Dua Sabuk).

Rasulullah dan Abu Bakar kemudian berangkat ke Yatsrib dengan menempuh jalan yang tidak biasa dilalui orang. Abdullah bin Uraiqit—dari Bani Du'il—bertindak sebagai penunjuk jalan. Abdullah membawa mereka ke arah selatan, kemudian menuju Tihama di dekat pantai Laut Merah. Ketiga orang itu pun terus melakukan perjalanan, siang dan malam, tanpa kenal lelah.

Selama mereka dalam perjalanan yang sungguh meletihkan itu, berita-berita tentang hijrah Nabi dan sahabatnya sudah tersiar di Yatsrib. Penduduk kota ini sudah mengetahui, betapa kedua orang ini mengalami kekerasan dari Quraisy yang terus-menerus membuntuti. Oleh sebab itu, kaum Muslimin tetap tinggal di sana dan menantikan kedatangan Rasulullah dengan penuh kerinduan. Mereka ingin melihatnya dan mendengarkan tutur katanya.

Pada suatu hari, ketika kaum Muslimin Yatsrib tengah menanti-nantikan Rasulullah seperti biasa, tiba-tiba datang seorang Yahudi yang berteriak kepada mereka, "Hai, Bani Qailah, ini dia kawan kalian datang!"

Hari itu adalah hari Jumat, dan Rasulullah memimpin shalat Jumat. Orang-orang terkemuka di Yatsrib kemudian menawarkan diri agar beliau tinggal pada mereka. Namun Rasulullah menolak seraya meminta maaf kepada mereka. Beliau kembali naik ke atas untanya lalu berjalan-jalan di Yatsrib, di tengah-tengah kaum Muslimin yang ramai menyambutnya dengan penuh suka cita.

Seluruh penduduk Yatsrib, baik Yahudi maupun orang-orang pagan menyaksikan
adanya hidup baru yang semarak di kota mereka, menyaksikan kehadiran seorang pendatang baru—orang besar yang telah mempersatukan Aus dan Khazraj.

Rasulullah SAW membiarkan untanya berjalan. Sesampainya di sebuah tempat penjemuran kurma kepunyaan dua orang anak yatim dari Bani Najjar, unta itu berhenti. Beliau turun dari untanya dan bertanya, "Kepunyaan siapakah tempat ini?"

"Kepunyaan Sahl dan Suhail bin Amr," jawab Ma'adh bin Afra'.

Ma'adh adalah wali kedua anak yatim itu. Ia akan membicarakan soal tersebut dengan kedua anak itu supaya mereka puas. Ia juga meminta kepada Nabi SAW supaya di tempat itu didirikan masjid.

Rasulullah mengabulkan permintaan tersebut. Selain dibangun masjid, di tempat itu pula dibangun tempat tinggal Rasul.

sumber : Republika.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Halaman Ke