Selasa, 05 Oktober 2010

SBY Ditunggu Di Gaza

SBY Ditunggu Di Gaza

Dr HM Hidayat Nur Wahid MA  SBY Ditunggu Di Gaza

Dr HM Hidayat Nur Wahid MA

Dr HM Hidayat Nur Wahid MA

SBY Ditunggu Di Gaza

Bagi Indonesia, masalah Palestina adalah utang sejarah yang belum terbayar hingga kini. Pada 1955, Indonesia sukses menggelar Konferensi Asia Afrika di Bandung. Dari semua negara peserta KAA itu, saat ini semuanya sudah merdeka, kecuali Palestina. Karenanya, Indonesia terlihat begitu getol dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina demi menebus utang itu.
Apalagi, posisi Indonesia sebenarnya sangat penting dan strategis dalam diplomasi internasional. Karenanya, dalam posisi demikian, yang diperlukan adalah kerja-kerja keras, cerdas, dan optimal yang seharusnya dijalankan oleh pemimpin negeri ini untuk memperjuangkan pembebesan Gaza dari embargo Israel menuju pada kemerdekaan Palestina.
Untuk mengetahui kerja-kerja keras para diplomat Indonesia di berbagai forum internasional, terkait persoalan Gaza dan Palestina, wartawan Sabili Rivai Hutapea dan Ades Satria serta fotografer Arief Kamaludin mewawancarai Ketua Badan Kerjasama Antar-Parlemen DPR-RI Hidayat Nur Wahid. Wawancara dilakukan di kantornya Gedung DPR-RI sekembalinya dari Gaza. Berikut petikannya:

Bisa Anda ceritakan hal penting saat memasuki Gaza?
Sebagai Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen, saya menyertai Ketua DPR-RI dan anggota Komisi I memasuki Gaza, 29 Juli 2010. Alhamdulillah, semuanya dimudahkan berkat diplomasi keparlemenan yang melibatkan Mesir. Parlemen Mesir juga membantu pengawalan yang memadai, apalagi sehari sebelum kedatangan delegasi parlemen Indonesia, Israel menyerang Gaza Utara, yang berdekatan dengan lokasi peletakan batu pertama Rumah Sakit Indonesia. Sejak di tanah air, kami berharap bisa bertemu dengan seluruh kelompok pejuang di Palestina, sebagaimana harapan Duta Besar Palestina untuk Indonesia.
Apalagi, misi parlemen Indonesia adalah untuk mendukung perjuangan dan persatuan Palestina. Untuk mendekatkan dan mendukung rekonsiliasi dari saudara-saudara kita di Palestina, bukan mendukung atau menolak salah satu kelompok. Tapi faktanya, yang ada di lapangan dan menerima kita adalah parlemen Palestina dari HAMAS. Mereka dikomandoi oleh Wakil Ketua Parlemen Palestina di Gaza Dr Akhmad al-Bahar. Padahal, Dubes Palestina untuk Indonesia sudah menyurati pemerintah Palestina agar delegasi parlemen Indonesia diterima oleh semua unsur dari PLO, FATAH, HAMAS, dan lainnya.

Delegasi parlemen Indonesia dari komponen apa saja?
Sebagian besar justru bukan dari partai Islam. Delegasi terdiri dari seluruh fraksi di DPR yang dipimpin Ketua DPR-RI dari Partai Demokrat. Wakil Ketua Delegasi Tb Hasanuddin yang juga anggota Komisi I dari Fraksi PDIP dan Agus Gumiwang Kartasasmita dari Golkar. Anggota delegasi terdiri dari anggota FPKS, FPAN, FPPP, dan FPKB. Semua kelompok politik terwakili dalam delegasi ini, bahkan ikut juga empat mantan jenderal. Ini menegaskan bahwa Indonesia tidak main-main dalam mendukung perjuangan dan kemerdekaan Palestina.

Bagaimana kondisi Gaza?
Kami mendapatkan penjelasan lisan dan melihat secara langsung kondisi Gaza. Kami melihat begitu luas dan dasyatnya dampak isolasi, embargo, kezaliman Israel dan dunia internasional pada Palestina selama 3 tahun ini. Sebuah kota dari sebuah kawasan yang cukup besar, pada abad 21 ini tiba-tiba menjadi sangat lengang, sangat sedikit kendaraan bermotornya, begitu banyak orang berjalan kaki dengan pakaian sangat sederhana, begitu banyak gerobak ditarik kuda atau keledai, begitu banyak kuda yang digunakan sebagai alat transportasi, minimnya sarana dan prasatana di abad modern ini, semua hanya ditemukan di Gaza. Ini semua akibat isolasi dan embargo Israel yang meminimalkan hadirnya BBM, listrik, onderdil kendaraan bermotor, barang-barang kebutuhan pokok, bahan bangunan, yang sangat menyulitkan ekonomi mereka.
Akibatnya sebagian besar warga Gaza menjadi pengangguran. Mereka tak mungkin membuka lapangan kerja, bahkan yang sudah ada ditutup karena banyaknya keterbatasan melakukan aktivitas ekonomi. Mereka tak bisa membangun karena akses bahan bangunan dan peralatan diembargo, sehingga gedung dan rumah penduduk yang dihancurkan bom Israel masih tetap hancur, termasuk gedung parlemen. Tragedi kemanusiaan begitu nampak nyata. Tapi semangat belajar saudara-saudara kita di Gaza sangat luar biasa, termasuk belajar ilmu agama, menghafal al-Qur’an, anak-anak masuk sekolah sangat antusias. Bis-bis sekolah masih tetap ada untuk mengangkut anak-anak yang berangkat dan pulang sekolah. Tapi memang dampak dari embargo ini telah menghadirkan tragedi kemanusiaan di Gaza.

Apa tindak lanjutnya?
Kami telah menindaklanjuti apa yang telah dicapai di Gaza dalam ”Konvensi Ketua-Ketua Parlemen Negara-Negara OKI” di Damaskus, 30 Juli 2010. Alhamdulillah, dua usulan Indonesia disepakati menjadi Resolusi Damaskus. Pertama, pemerintah dan parlemen negara-negara OKI akan mendukung kesatuan sikap faksi-faksi Palestina (Fatah, HAMAS, dan lainnya) terkait kejahatan Israel terhadap kapal Mavi Marmara agar segera digelar pengadilan internasional terhadap Israel. Kesatuan sikap faksi-faksi Palestina juga terlihat pada tuntutan mengakhiri embargo terhadap Gaza. Kedua, kami menyampaikan agar apa yang dilakukan Indonesia segera ditindaklanjuti oleh negara-negara OKI. Alhamdulillah, usulan ini masuk dalam resolusi yang menegaskan pengiriman ketua dan anggota parlemen negara-negara OKI ke Gaza segera ditindaklanjuti. Yang menjadi koordinasi keberangkatan ketua dan anggota parlemen negara-negara OKI adalah Syria.

Kenapa kedua poin itu dianggap penting?
Kami mementingkan poin itu karena seringkali kita hanya menuntut agar faksi-faksi di Palestina bersatu. Tapi ketika mereka sudah bersatu, lantas apa yang Anda lakukan? Seharusnya, kerja minimal yang bisa kita lakukan adalah: Pertama, membawa Israel pada Mahkamah Internasional atas kejahatannya terhadap Mavi Marmara. Kedua, kerja maksimal untuk segera mengakhiri blokade terhadap Jalur Gaza. Tuntutan dunia Islam agar faksi-faksi di Palestina bersatu, sudah mereka penuhi. Tapi ketika mereka sudah bersatu kenapa didiamkan saja? Makanya delegasi Indonesia memandang penting masalah ini dan alhamdulillah masuk ke dalam Resolusi Damaskus.

Ada upaya diplomasi lain yang dilakukan delegasi Indonesia?
Ada. Saya baru saja datang dari Pertemuan Ketua Parlemen Se-Dunia di Genewa, Swiss. Dalam pertemuan itu, saya dan Ketua DPR-RI beserta Ketua-Ketua Parlemen yang hadir menyepakati untuk segera mengirim delegasi Ketua-Ketua Parlemen dan beberapa anggota dari negara-negara di seluru dunia ke Gaza, sekitar pekan pertama Agustus 2010. Yang sudah konfirmasi dalam kafilah kemanusiaan yang dikoordinir Pimpinan Parlemen Se-Dunia ini adalah Indonesia, Saudi Arabia, Turki, Iran, Syiria, Jordania, Yaman, Sudan, dan Pakistan. Meski Mesir tidak ikut, tapi mereka menjamin untuk memudahkan delegasi masuk Gaza karena akan melalui pintu Rafah. Selain itu, ada juga pimpinan parlemen dari beberapa negara yang menyatakan ingin ikut tapi harus melakukan konsultasi dengan pimpinan negaranya masing-masing, yakni Emirat Arab, Bahrain, Bangladesh, Mali, dan Qatar. Jadi, apa yang dilakukan Indonesia mendapat respon dan akan segera ditindaklanjuti.

Apa terget dari kunjungan pimpinan parlemen se-dunia ke Gaza itu?
Delegasi parlemen Indonesia sudah melakukan peletakan batu pertama pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza Utara. Maka, untuk misi Parlemen Sedunia ini, Indonesia mengusulkan agar pimpinan parlemen se-dunia memberikan komitmen untuk membantu pembangunan kembali gedung parlemen Palestina yang dihancurkan Israel. Mereka pun menyambut baik usulan Indonesia. Selanjutnya, akan dibahas secara operasional bersama Ketua-Ketua Parlemen Se-Dunia sehari sebelum masuk kembali ke Gaza.

Sehari setelah Delegasi Indonesia keluar dari Gaza, Israel langsung menyerang Gaza, ini maknanya apa?
Ini bisa ditafsirkan banyak hal. Salah satunya, Israel sangat berhitung jika pada saat delegasi Indonesia yang terdiri dari pimpinan DPR-RI dan beberapa anggota masih berada di Gaza kemudian mereka melakukan serangan, justru membuat mereka kian terpojok. Pasalnya, kami datang melalui jalur formal, diizinkan secara formal. Kedatangan kita juga untuk misi kemanusiaan dan demokratisasi sesuai dengan bahasa mereka pahami, jika kemudian diserang justru merugikan mereka. Tapi apapun itu Israel adalah penjajah yang layak untuk dikritisi.

Yang masuk ke Gaza baru parlemen Indonesia, bagaimana dengan pemerintah Indonesia?
Presiden SBY sudah menyampaikan komitmen lisan pada Presiden Palestina Mahmud Abbas bahwa Indonesia akan membantu membangun rumah sakit di Gaza. Bahkan secara definitif Presiden SBY menyebutkan lokasi pembangunan rumah sakitnya di Gaza dengan nilai US $ 2 juta. Makanya, pasca kepulangan PM Mahmud Abas dari Indonesia, kami sepakat untuk segera ditindaklanjuti pernyataan Presiden SBY itu. Yang jadi persoalan, anggaran pembangunan rumah sakit itu dari mana karena sampai sekarang belum dimasukkan ke APBN 2010. Untuk menindaklanjutinya, saya dan Ketua DPR-RI telah melakukan rapat kerja dengan Menkes, Kemenlu, dan Menko Kesra. Alhamdulillah, semuanya langsung disepakati bahwa Kemenkes bekerjasama dengan Kementrian Keuangan akan segera membuat anggaran emergency untuk bantuan kemanusiaan ke Gaza, termasuk anggaran pembangunan Rumah Sakit Indonesia senilai Rp 20 miliar. DPR yang akan mengesahkan anggaran ini, insya Allah akan menyetujuinya.

Apakah ada kemungkinan Presiden SBY berkunjung ke Gaza?
Iya. Kedatangan Persiden SBY ke Gaza untuk mendukung perjuangan Palestina juga menjadi harapan besar saudara-saudara kita di Gaza. Warga dan pemimpin-pemimpin Palestina sudah lama menunggu kehadiran seorang presiden dari Indonesia. Waktu kami di Gaza, mereka menyampaikan salam dan harapan itu, sekalipun memang ini merupakan sebuah tantangan keberanian dari seorang kepala negara. Tapi jika ini bisa direalisasikan akan menjadi poin besar bagi Indonesia di dunia internasional. Saat ini, banyak pihak justru sangat memuji dan mengapresiasi apa yang telah dilakukan Turki dan PM Tayyip Erdogan. Saat ini, mereka tercatat dalam sejarah menjadi ”yang terdepan” dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina.
Peran dan posisi Indonesia sebenarnya juga sangat positif. Contoh, ketika saya menjadi Ketua Delegasi Pertemuan Parlemen Internasional di Bangkok, di situ ada dua program yang akan dibahas. Pertama, tragedi kemanusiaan di Haiti, Amerika Selatan. Kedua, tragedi kemanusiaan di Gaza dan Palestina secara umum. Ketika voting Indonesia kalah. Tapi usai voting, utusan dari negara-negara Barat mendatangi kita dan mengatakan, jika program untuk memperjuangkan HAM di Gaza dan Palestina diajukan oleh Indonesia, kami pasti akan berpikir berbeda. Tapi kerena yang mengajukan adalah negara-negara Arab, akhirnya yang ada dalam bayangan kami pasti akan kacau, stagnan, dan tidak mungkin ada kemajuan.

Sebenarnya, Indonesia sangat diperhitungkan?
Betul. Contoh lain, ketika saya menjadi Ketua Delegasi parlemen Indonesia dalam pertemuan dengan Komisi Khusus HAM di Parlemen Internasional. Saat itu mereka mempermasalahkan dua anggota DPR-RI yang menurut mereka telah terlanggar HAM-nya. Saya katakan pada mereka, dua anggota DPR-RI itu sudah meninggal dunia beberapa tahun lalu tapi masih terus dipertanyakan. Ini menunjukkan bahwa organisasi parlemen dunia sangat peduli dengan kondisi dan nasib anggota parlemen. Tapi saya ingin bertanya, saat ini ada belasan anggota parlemen yang masih hidup tapi secara semena-mana ditangkap dan diculik Israel. Apa yang telah Anda lakukan pada mereka? Saya mengharapkan Anda lebih keras melakukan pembelaan terhadap mereka? Akhirnya, mereka mengatakan, Ya kami akan melakukan pembelaan terhadap mereka. Dari contoh ini, Indonesia bisa memberi logika sebuah persoalan sehingga bisa diterima oleh diplomat Barat. Makanya, diplomat Barat selalu mengatakan, jika saja masalah Palestina diajukan oleh Indonesia dalam forum-forum internasional, kita pasti memiliki apresiasi yang berbeda dibandingkan jika diajukan oleh negara-negara Arab.

Kaitannya dengan kemungkinan kunjungan SBY ke Gaza?
Sangat berkaitan. Sebelum ke sana, saya ambil contoh lagi. Di PBB, saat ini ada tiga resolusi yang diajukan Indonesia yang dalam tahap pembahasan. Pertama, resolusi tentang hak kembalinya diaspora (pengungsi) Palestina di luar negeri. Kedua, resolusi tentang kemerdekaan Palestina. Ketiga, resolusi tentang Masjid al-Aqsha. Semuanya diterima oleh mayoritas delegasi dari berbagai negara di PBB yang menjadi bahan pembahasan di PBB. Kaitannya dengan kemungkinan kunjungan Presiden SBY ke Gaza, jika Presiden SBY mengambil peran ini secara maksimal, pasti akan membawa dampak yang sangat besar dan positif bagi Palestina dan Indonesia.
Para pemimpin dan rakyat Palestina sampai hari ini selalu mengatakan, betapa hebatnya Bung Karno, mereka menyebutnya Ahmad Soekarno, karena berani melakukan terobosan besar pada 1955. Saat itu, Israel sudah berumur tujuh tahun, Indonesia mengadakan Konferensi Asia Afrika (KAA) dengan mengundang Palestina bukan Israel. Padahal, saat itu negara Palestina belum ada, yang mewakili Palestina ke KAA di Bandung adalah Imam Masjid al-Aqsha Sayyid Imam Husaeni. Dalam konteks ini, KAA telah berupaya membantu Palestina menuju kemerdekaannya.

Karena itulah Indonesia getol membantu Palestina?
Betul. Indonesia seperti memiliki utang sejarah. Pasalnya, dari seluruh negara Asia dan Afrika yang diundang ke Bandung mengikuti KAA 1955, saat ini semuanya sudah merdeka, hanya satu yang belum yakni Palestina. Karenanya, menjadi sangat wajar jika Indonesia melakukan kerja-kerja yang lebih keras dan efektif. Apalagi, peran dan posisi Indonesia juga sangat dihargai, penting, dan strategis secara internasional.
Anda tahu tidak? Dibentuknya Tim Pencari Fakta Independen oleh Komisi HAM PBB terkait penyerangan Kapal Mavi Marmara oleh tentara Israel, ternyata otak utama hingga disetujuinya Tim Pencari Fakta ini adalah Duta Besar Indonesia di Jenewa, Swiss, Joko Susilo. Jadi, sebenarnya Indonesia bisa melakukan peran yang demikian elegan dan strategis hingga pada ujungnya semuanya bisa dilaksanakan dengan efektif oleh lembaga-lembaga dunia. Makanya, setelah Ketua DPR-RI dan sebagian anggota DPR bisa memasuki Gaza dan melakukan serangkaian kegiatan, jika kemudian Presiden SBY juga mesuk ke Gaza saya adalah orang yang sangat setuju. Saya yakin, bangsa Palestina pasti akan sangat mengapresisasi dan menilai sebagai fenomena sejarah yang luar biasa besar.

Terkait pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza, siapa yang akan membangun?
Itu juga menjadi pertanyaan kami. Tidak mungkin Indonesia melakukan pembangunan langsung di sana dengan mendatangkan tukang dari Indonesia, karena ada kendala bahasa dan bahan bangunan. Selain itu, ada juga ketentuan proses pembangunan harus melalui IDB atau pemerintah Mesir. Karenanya, kami sepakat melakukan tender internasional melalui IDB di Jeddah. Kami berharap tahun ini juga anggaran itu bisa diajukan, dan DPR bisa segera mengesahkannya. Sehingga, tahun 2011, proses tender dan pembangunannya mulai bisa direalisasikan.

Rp 20 miliar, cukup untuk membangun rumah sakit?
Memang, Rp 20 miliar belum cukup untuk membangun rumah sakit besar di Gaza. Tapi rekan-rekan relawan seperti Mer-C juga sudah mengumpulkan dana masyarakat untuk pembangunan rumah sakit yang juga sudah disepakati pihak Palestina. Nanti, dana masyarakat yang terkumpul melalui NGO akan kita konsolidasikan dengan anggaran dari pemerintah. Karena keperluan dana untuk sebuah rumah sakit cukup besar. Mulai dari gedung, peralatan medis, dan perlengkapan pelayanan rumah sakit untuk berbagai layanan seperti, poli ibu dan anak, poli bedah, poli penyakit dalam, poli penyakit menular, laboratorium, dan lainnya yang semuanya memerlukan peralatan medis sendiri-sendiri. Sinergi ini sangat diperlukan agar segera terwujud rumah sakit yang lengkap untuk melayani warga Gaza yang sangat memerlukan rumah sakit. Masyarakat Gaza, bahkan Menteri Kesehatan Palestina yang hadir saat peletakan batu pertama itu, sangat mengapresiasi apa yang dilakukan Indonesia. Menurutnya, ini langkah sangat bersejarah dan sangat besar bagi masa depan Palestina.

Bantuan Indonesia berasal dari pemerintah dan masyarakat yang dikoordinir NGO, bagaimana mensinergikannya?
Dubes Indonesia di Mesir Abdurrahman Fahir menyarankan agar bantuan Indonesia yang datang dari pemerintah dan masyarakat disatukan dalam koordinasi besar. Ini saran yang baik sebenarnya, tapi saya tidak berani mengambil kebijakan ini karena kuatirnya justru centang perenang, muncul saling curiga, dan tidak percaya. Saya memahami NGO dan rekan-rekan yang telah mengumpulkan dana masyarakat, mereka juga harus melaporkannya secara langsung pada masyarakat. Tentu saja cara pelaporan NGO berbeda dengan pemerintah, demikian juga amanat yang juga berbeda-beda. NGO bisa saja sudah membuat program sendiri misalnya, membangun sekolah, sumur bor, membantu anak yatim, dan lainnya.
Makanya, seandainya tidak ada koordinasi formal, minimal ada suatu kefahaman antara pemerintah dengan NGO dan antar NGO sendiri agar tidak terjadi penumpukan bantuan pada bidang tertentu dan kekuarangan pada bidang lain. Jadi, koordinasi pada tingkat program justru lebih dimungkinkan dari pada memaksakan koordinasi pada tingkat operasional. Ini karena adanya kekhasan pada masing-masing NGO sehingga kita pun menghorati kekhasan itu. Yang pasti, relawan Indonesia dari berbagai NGO mulai Mer-C, BSMI, DD Republika, PKPU, KNRT, Sahabat al-Aqsha, rekan-rekan wartawan dari berbagai media, dan lainnya yang berada di Gaza merupakan satu rangakaian perjuangan yang tidak terpisahkan dengan apa yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk membebaskan Gaza dari blokade menuju kemerdekaan Palestina. Ini adalah perjuangan diplomasi yang melibatkan semua unsur, pemerintah, legislatif, NGO, media massa, dan masyarakat.

Data Pribadi:

Nama : Dr HM Hidayat Nur Wahid MA
Tgl Lahir : Klaten, 8 April 1960
Pendidikan : - Pondok Pesantren Modern Darussalam, Gontor, Ponorogo,
Jawa Timur (SMP–SMA).
- IAIN Sunan Kalijogo, Fakultas Syari’ah, Yogyakarta (1979)
- Universitas Islam Madinah, Fakultas Dakwah dan Ushuluddin,
Saudi Arabia (1983).
- Program Master Universitas Islam Madinah, Departemen
Aqidah (1987).
- Program Doktor, Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia
(1992)
Karir : - Dosen Pacsa Sarjana di beberapa perguruan tinggi, UIN
Jakarta, as-Syafiiyah, dan UMJ.
- Ketua MPR-RI (2004–2009).
- Ketua Badan Kerjasama Antar-Parlemen DPR-RI (2009-
2014)
Organisasi : - Presiden Partai Keadilan Sejahtera (2003–2004)
Istri : - Almh Hj Kastian Indriawati
- dr Diana Abbas Thalib MARS
Anak : 7 (Tujuh)

Wawancara Khusus Majalah SABILI 02-XVIII

Sumber : sabili.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Halaman Ke