Jumat, 17 September 2010
Iman Islam Ihsan Bag 10
10. Mempelajari Al Qur’an dan Hadits dan
Menjauhi Taqlid (Membeo)
Agama Islam merupakan agama yang mengajarkan ummatnya
agar hidup bahagia di dunia dan akhirat.
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi
…” [Al Qashash:77]
Sayangnya, banyak ummat Islam yang tidak mempelajari
sumber ajaran Islam dan mengamalkannya, sehingga timbul
berbagai macam bid’ah, aliran sesat, kerusakan akhlak dan lain
sebagainya.
Sebagai contoh, kita sering melihat orang yang beragama
Islam, tapi dia tidak sholat, berjudi, berzinah, korupsi, dan
sebagainya. Ada juga ummat Islam yang terjerumus ke dalam
kelompok sesat seperti Inkar Sunnah yang tidak mengakui dan
tidak mau mengikuti sunnah Nabi, atau kelompok Ahmadiyyah
yang tidak mengakui Nabi Muhammad sebagai Nabi terakhir
dan lain sebagainya. Hal ini jelas selain sesat juga
menimbulkan kemunduran di kalangan ummat Islam.
Oleh karena itu, ummat Islam perlu mempelajari ajaran Islam
berdasarkan sumber yang sahih, bukan dari sumber yang tak
jelas agar tidak tersesat. Sumber ajaran agama Islam ada 2,
yaitu Al Qur’an dan Hadits/Sunnah. Apalagi Nabi mengatakan
bahwa amal tanpa ilmu akan ditolak. Sebagai contoh
bagaimana kita bisa sholat dengan benar jika kita tidak
mempelajari ilmunya dengan baik? Padahal jika sholat kita
tidak benar maka neraka tempatnya.
Sabda Rasulullah Saw: "Aku tinggalkan padamu dua hal, yang
tidak akan sesat kamu selama berpegang teguh kepada
keduanya, yaitu Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya."(HR Ibnu
'Abdilbarri)
Al-Qur'an adalah kumpulan firman-firman Allah swt yang
disampaikan kepada Nabi, yang isinya dan redaksinya berasal
dari Allah SWT, dan diperintahkan oleh Nabi untuk ditulis oleh
para penulis wahyu. Sedang Hadits atau Sunnah adalah segala
perkataan Nabi (juga perbuatan dan izinnya) dalam mendidik
ummatnya sesuai dengan bimbingan wahyu dari Allah SWT.
f. Al Qur’an
Al Qur’an sebagai petunjuk sudah tidak diragukan lagi:
“Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk
bagi mereka yang bertakwa,” [Al Baqoroh:2]
Sebagai seorang Muslim, kita diperintahkan Allah untuk
membaca Al Qur’an, agar bisa mendapatkan petunjuk yang
terkandung di dalamnya:
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab
(Al Qur'an)...” [Al Ankabuut:45]
Al Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab, karena itu untuk
mengetahui artinya, hendaknya kita mengartikannya sesuai
dengan aturan bahasa Arab yang baku, bukan dengan tafsiran
kita pribadi:
“Sesungguhnya Kami menjadikan Al Qur'an dalam bahasa
Arab supaya kamu memahami (nya).” [Az Zukhruf:3]
Kadang ada yang bertanya, kenapa Al Qur’an diturunkan
dalam bahasa Arab. Kenapa tidak dalam bahasa lain? Allah
menjawab:
“Dan jikalau Kami jadikan Al Quran itu suatu bacaan dalam
bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: "Mengapa
tidak dijelaskan ayat-ayatnya?" Apakah (patut Al Quran) dalam
bahasa asing sedang (rasul adalah orang) Arab?..”
[Fushshilat:44]
Yang perlu kita ketahui adalah ternyata bahasa Arab saat
turunnya Al Qur’an 1400 tahun yang lalu ternyata tidak jauh
beda dengan sekarang. Kita dengan mudah dapat memahami
makna Al Qur’aan dengan mudah. Dan bahasa Arab hingga
sekarang dijadikan bahasa Internasional yang dipakai di
banyak negara.
Ada pun bahasa Inggris, bentuknya sudah jauh berbeda. Pada
tahun 600-an, kita belum mengenal bahasa Inggris Modern
seperti sekarang. Jika kita mempelajari sejarah Bahasa Inggris,
tentu kita akan tahu perbedaan bahasa Inggris kuno dengan
sekarang yang sangat jauh berbeda.
Terkadang banyak terjadi perbedaan penafsiran, dari yang
kecil, hingga yang tidak bisa ditolerir lagi.
Misalnya, ada sebagian orang yang meski ayatnya sudah
demikian jelas, namun mentafsirkannya sedemikian rupa,
sehingga bertentangan dengan makna aslinya. Contohnya ada
orang yang dengan alasan kesetaraan gender, berusaha
merubah hukum waris yang ada dalam Al Qur’an serta
menolak ayat An Nisaa:34 yang menyatakan bahwa pria
adalah pemimpin bagi kaum wanita. Hal ini jelas bertentangan
dengan Al Qur’an:
“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu.
Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokokpokok
isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat.
Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada
kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang
mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari
ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya
melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya
berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat,
semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang
yang berakal.” [Ali Imron:7]
Jika setiap ayat Al Qur’an ditafsirkan secara berbeda-beda,
bahkan berlawanan dengan makna aslinya, bagaimana kita
bisa mengamalkan Al Qur’an secara benar? Ayat Al Qur’an
yang Muhkamaat (jelas) tidak perlu ditafsirkan lagi, tapi
hendaknya diamalkan, sedang ayat yang mutasyabihat
hendaknya kita imani, bukan diperdebatkan sehingga
menimbulkan fitnah.
Jika kita telah membaca dan memahami Al Qur’an, hendaklah
kita mengikuti perintah-perintah Allah SWT yang ada di dalam
Al Qur’an dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari:
“Dan Al Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang
diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu
diberi rahmat,” [Al An’aam:155]
Dengan membaca Al Qur’an, kita tahu bahwa kita
diperintahkan untuk beriman kepada Allah, Rasul-Nya, dan Al
Qur’an. Selain itu kita juga diberitahu tentang masalah Malaikat
dan juga hari Kiamat:
“Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan
kepada cahaya (Al Qur'an) yang telah Kami turunkan. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [At
Taghaabun:8]
“Mereka tidak disusahkan oleh kedahsyatan yang besar
(pada hari kiamat), dan mereka disambut oleh para
malaikat. (Malaikat berkata): "Inilah harimu yang telah
dijanjikan kepadamu".” [Al Anbiyaa:103]
Jika kita mempelajari Al Qur’an, maka kita akan tahu siapakah
Pencipta segala sesuatu, dan sesungguhnya tidak ada Tuhan
selain Allah:
“(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah
Tuhan kamu; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia;
dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu.” [Al
An’aam:102]
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib
mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka
mempertuhankan) Al Masih putera Maryam; padahal
mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa;
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha
Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” [At
Taubah:31]
Jika ummat Islam mempelajari ayat Al Qur’an di atas, niscaya
mereka tidak akan murtad menyembah Tuhan yang lain.
Bahkan mereka akan yakin bahwa ideologi sekuler buatan
ilmuwan yang ada tidaklah pantas untuk menggantikan ajaran
Islam yang telah diturunkan oleh Allah SWT.
Dengan membaca Al Qur’an, niscaya kita akan tahu bahwa
perintah sholat, zakat, puasa, haji yang ada dalam rukun Islam
itu merupakan kewajiban dari Allah SWT:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku`lah
beserta orang-orang yang ruku” [Al Baqoroh:43]
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa,” [Al Baqoroh:183]
Al Qur’an bukan cuma mengajarkan masalah iman dan ibadah
kepada Allah saja, tapi juga mengajarkan untuk berbuat baik
terhadap sesama manusia:
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-
Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua
orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orangorang
miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh,
teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membangga-banggakan diri,” [An Nisaa:36]
Di Al Qur’an kita diperintahkan untuk tidak memakan harta
orang lain, jujur dalam berniaga, serta bersikap adil.
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali
dengan cara yang lebih bermanfa`at, hingga sampai ia
dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan
dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada
seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan
apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil
kendatipun dia adalah kerabat (mu), dan penuhilah janji
Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu
agar kamu ingat,” [Al An’aam:152]
Jika ajaran itu diterapkan, niscaya Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme akan sirna..
g. Hadits
Ada kelompok yang dengan alasan hanya ingin berpedoman
pada Al Qur’an saja, akhirnya mengingkari Sunnah/Hadits
Nabi. Hal ini jelas tidak benar, karena mengikuti Nabi justru
merupakan perintah Allah yang tercantum dalam Al Qur’an.
“Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah
utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang
mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan
dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan
Rasul Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah
dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan
ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk".” [Al
A’raf:158]
Al Qur’an hanya memuat garis besar dari perintah dan
larangan Allah. Adapun rinicannya, maka Nabilah yang
menjelaskannya.
“Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu
Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al
Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang)
dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu
cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan.” [Al Maaidah:
15]
“Aku (ini) tidak lain melainkan pemberi peringatan yang
menjelaskan".” [Asy Syu’araa:115]
Sebagai contoh, di dalam Al Qur’an kita diperintahkan untuk
sholat, tapi bagaimana cara melakukan sholat, misalnya harus
diawali dengan niat, kemudian takbir, dan diakhiri dengan
salam itu dijelaskan di hadits Nabi. Begitu pula perintah lainnya
seperti puasa, zakat, haji, dan lain-lain. Sebagai contoh:
“Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a katanya: Aku
lihat Rasulullah s.a.w apabila memulai sembahyang, beliau
mengangkat kedua tangan hingga ke bahu. Begitu juga
sebelum rukuk dan bangkit dari rukuk. Beliau tidak
mengangkatnya di antara dua sujud” [HR Bukhori, Muslim,
Tirmizi, Nasa’I, Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad, Malik, Ad
Darimi)
Pada zaman Nabi dan Sahabat, Hadits belum dibukukan.
Seiring dengan perjalanan waktu, di mana akhirnya muncul
hadits-hadits palsu, para ulama Salafi mulai memikirkan untuk
membukukan hadits, agar bisa dibedakan mana hadits yang
shahih dengan yang dloif (lemah) serta maudlu (palsu), dan
mudah mencari referensi hadits.
Di antara kitab-kitab Hadits, yang terkenal adalah Kutubus
Sittah. Kutubus Sittah berarti “Kitab yang Enam, yaitu kitabkitab
hadits yang menjadi standar rujukan para ulama dan
kaum muslimin untuk menjadi hujjah bagi persoalan-persoalan
agama. Di antaranya adalah Shahih Bukhari, Shahih Muslim,
Sunan Abu Daud, Sunan Tirmidzi, Sunan Nasa’i, dan Sunan
Ibnu Majjah. Lebih dari 90% hadits mengenai masalah hukum,
tercantum dalam Kutubus Sittah.
Kita tidak bisa taqlid atau mengikuti begitu saja tanpa tahu dalildalil
dari Al Qur’an dan Hadits:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya.” [Al Israa:36]
Banyak perselisihan terjadi karena taqlid yaitu mengikuti begitu
saja manusia (guru atau orang tua) tanpa mengetahui dalil Al
Qur’an dan Hadits. Padahal jika masing-masing pihak
mempelajari Al Qur’an dan Hadits perselisihan itu tidak akan
terjadi karena itu sudah tercantum di Al Qur’an atau Hadits
„Kita ikuti saja deh apa yang telah dilakukan orang tua kita
niscaya kita tidak akan sesat“ begitu pendapat orang yang tidak
mau mempelajari Al Qur’an dan Hadits. Padahal itulah
perkataan orang-orang kafir dulu mereka mengikuti apa yang
dilakukan orang tua mereka meski akhirnya tersesat:
„Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang
diturunkan Allah." Mereka menjawab: "(Tidak), tapi kami
(hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami
mengerjakannya." Dan apakah mereka (akan mengikuti
bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru
mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)?“
[Luqman:21]
Ada juga yang mengikuti guru-gurunya begitu saja tanpa mau
tahu dalil-dalil dari Al Qur’an dan Hadits. Guru kita kan alim.
Tidak mungkin salah. Itu pendapat mereka. Padahal selain
Nabi tidak ada yang maksum. Ini seperti perbuatan orang dulu
kala:
„Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib
mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka
mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal
mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak
ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci
Allah dari apa yang mereka persekutukan.“ [At Taubah:31]
Seharusnya seorang guru memberikan dalil Al Qur’an dan
Hadits kepada muridnya, dan murid tidak boleh menerima
begitu saja tanpa ada dalil dari Al Qur’an dan Hadits. Apalagi
jika menyangkut hal-hal yang diperselisihkan / khilafiyah. Jika
kita mempelajari hadits,
Terkadang perbedaan terjadi karena memang masing-masing
pihak punya dalil yang sama kuatnya. Sebagai contoh apakah
”Bismillah” pada shalat dikeraskan atau dipelankan suaranya,
ternyata kedua pihak punya dasar haditsnya. Jika kita belajar
hadits secara menyeluruh, maka kita jadi lebih paham dan
toleran kenapa perbedaan bisa terjadi selama tidak
menyangkut hal-hal yang pokok.
Jika kita membeo begitu saja kepada seseorang tanpa tahu
dalil ayat Al Qur’an dan Hadits, niscaya kita bisa ikut tersesat
jika orang yang kita ikuti sesat atau keliru.
Insya Allah, jika ummat Islam kembali berpegang kepada Al
Qur’an dan Hadits, dengan membaca, mempelajari, dan
mengamalkannya dengan sungguh-sungguh, maka ummat
Islam akan kuat aqidahnya, benar amal ibadahnya (terlepas
dari bid’ah), bagus akhlaknya, sehingga segala KKN,
kriminalitas, ketimpangan sosial yang ada akan sirna. Dengan
mempelajari Al Qur'an dan Hadits, kita tidak akan bisa
disesatkan oleh orang-orang yang sesat.
Sumber : Agus Nizami
Email : agusnizami@yahoo.com.sg.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar