Jumat, 17 September 2010
Kisah Nyata Seorang Office Boy yang menjadi Vice President di Citibank
Sungguh sebuah karunia yang luar biasa bagi saya bisa
bertemu dengan seorang yang memiliki pribadi dan kisah menakjubkan.
Dialah Houtman Zainal Arifin, seorang pedagang asongan, anak
jalanan, Office Boy yang kemudian menjadi Vice President Citibank
di Indonesia. Sebuah jabatan Nomor 1 di Indonesia karena Presiden
Direktur Citibank sendiri berada di USA.
Tepatnya 10 Juni 2010, saya berkesempatan bertemu pak Houtman. Kala
itu saya sedang mengikuti training leadership yang diadakan oleh
kantor saya, Bank Syariah Mandiri di Hotel Treva International,
Jakarta. Selama satu minggu saya memperoleh pelatihan yang luar
biasa mencerahkan, salah satu nya saya peroleh dari Pak Houtman.
Berikut kisah inspirasinya:
Sekitar tahun 60an Houtman memulai karirnya sebagai perantau,
berangkat dari desa ke jalanan Ibukota. Merantau dari kampung
dengan penuh impian dan harapan, Houtman remaja berangkat ke
Jakarta. Di Jakarta ternyata Houtman harus menerima kenyataan bahwa
kehidupan ibukota ternyata sangat keras dan tidak mudah. Tidak ada
pilihan bagi seorang lulusan SMA di Jakarta, pekerjaan tidak mudah
diperoleh. Houtman pun memilih bertahan hidup dengan profesi
sebagai pedagang asongan, dari jalan raya ke kolong jembatan
kemudian ke lampu merah menjajakan dagangannya.
Tetapi kondisi seperti ini tidak membuat Houtman kehilangan cita-
cita dan impian. Suatu ketika Houtman beristirahat di sebuah kolong
jembatan, dia memperhatikan kendaran-kendaraan mewah yang
berseliweran di
jalan Jakarta. Para penumpang mobil tersebut berpakaian rapih,
keren dan berdasi. Houtman remaja pun ingin seperti mereka,
mengendarai kendaraan berpendingin, berpakaian necis dan tentu saja
memiliki uang yang banyak. Saat itu juga Houtman menggantungkan
cita-citanya setinggi langit, sebuah cita-cita dan tekad diazamkan
dalam hatinya.
Azam atau tekad yang kuat dari Houtman telah membuatnya ingin
segera merubah nasib. Tanpa menunggu waktu lama Houtman segera
memulai mengirimkan lamaran kerja ke setiap gedung bertingkat yang
dia ketahui. Bila ada gedung yang menurutnya bagus maka pasti
dengan segera dikirimkannya sebuah lamaran kerja. Houtman
menyisihkan setiap keuntungan yang diperolehnya dari berdagang
asongan digunakan untuk membiayai lamaran kerja.
Sampai suatu saat Houtman mendapat panggilan kerja dari sebuah
perusahaan yang sangat terkenal dan terkemuka di Dunia, The First
National City Bank (Citibank), sebuah bank bonafid dari USA.
Houtman pun diterima bekerja sebagai seorang Office Boy. Sebuah
jabatan paling dasar, paling bawah dalam sebuah hierarki organisasi
dengan tugas utama membersihkan ruangan kantor, wc, ruang kerja dan
ruangan lainnya.
Tapi Houtman tetap bangga dengan jabatannya, dia tidak menampik
pekerjaan. Diterimanyalah jabatan tersebut dengan sebuah cita-cita
yang tinggi. Houtman percaya bahwa nasib akan berubah sehingga
tanpa disadarinya Houtman telah membuka pintu masa depan menjadi
orang yang berbeda.
Sebagai Office Boy Houtman selalu mengerjakan tugas dan
pekerjaannya dengan baik. Terkadang dia rela membantu para staf
dengan sukarela. Selepas sore saat seluruh pekerjaan telah usai
Houtman berusaha menambah pengetahuan dengan bertanya tanya kepada
para pegawai. Dia bertanya mengenai istilah istilah bank yang
rumit, walaupun terkadang saat bertanya dia menjadi bahan tertawaan
atau sang staf mengernyitkan dahinya. Mungkin dalam benak pegawai
”ngapain nih OB nanya-nanya istilah bank segala, kayak ngerti aja”.
Sampai akhirnya Houtman sedikit demi sedikit familiar dengan dengan
istilah bank seperti Letter of Credit, Bank Garansi, Transfer,
Kliring, dll.
Suatu saat Houtman tertegun dengan sebuah mesin yang dapat
menduplikasi dokumen (saat ini dikenal dengan mesin photo copy).
Ketika itu mesin foto kopi sangatlah langka, hanya perusahaan
perusahaan tertentu lah yang memiliki mesin tersebut dan diperlukan
seorang petugas khusus untuk mengoperasikannya. Setiap selesai
pekerjaan setelah jam 4 sore Houtman sering mengunjungi mesin
tersebut dan minta kepada petugas foto kopi untuk mengajarinya.
Houtman pun akhirnya mahir mengoperasikan mesin foto kopi, dan
tanpa di sadarinya pintu pertama masa depan terbuka. Pada suatu
hari petugas mesin foto kopi itu berhalangan dan praktis hanya
Houtman yang bisa menggantikannya, sejak itu pula Houtman resmi
naik jabatan dari OB sebagai Tukang Foto Kopi.
Menjadi tukang foto kopi merupakan sebuah prestasi bagi Houtman,
tetapi Houtman tidak cepat berpuas diri. Disela-sela kesibukannya
Houtman terus menambah pengetahuan dan minat akan bidang lain.
Houtman tertegun melihat salah seorang staf memiliki setumpuk
pekerjaan di mejanya. Houtman pun menawarkan bantuan kepada staf
tersebut hingga membuat sang staf tertegun. “bener nih lo mo mau
bantuin gua” begitu Houtman mengenang ucapan sang staff dulu. “iya
bener saya mau bantu, sekalian nambah ilmu” begitu Houtman
menjawab. “Tapi hati-hati ya ngga boleh salah, kalau salah
tanggungjawab lo, bisa dipecat lo”, sang staff mewanti-wanti dengan
keras. Akhirnya Houtman diberi setumpuk dokumen, tugas dia adalah
membubuhkan stempel pada Cek, Bilyet Giro dan dokumen lainnya pada
kolom tertentu. Stempel tersebut harus berada di dalam kolom tidak
boleh menyimpang atau keluar kolom. Alhasil Houtman membutuhkan
waktu berjam-jam untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut karena dia
sangat berhati-hati sekali. Selama mengerjakan tugas tersebut
Houtman tidak sekedar mencap, tapi dia membaca dan mempelajari
dokumen yang ada. Akibatnya Houtman sedikit demi sedikit memahami
berbagai istilah dan teknis perbankan. Kelak pengetahuannya ini
membawa Houtman kepada jabatan yang tidak pernah diduganya.
Houtman cepat menguasai berbagai pekerjaan yang diberikan dan
selalu mengerjakan seluruh tugasnya dengan baik. Dia pun ringan
tangan untuk membantu orang lain, para staff dan atasannya.
Sehingga para staff pun tidak segan untuk membagi ilmu kepadanya.
Sampai suatu saat pejabat di Citibank mengangkatnya menjadi pegawai
bank karena prestasi dan kompetensi yang dimilikinya, padahal
Houtman hanyalah lulusan SMA.
Peristiwa pengangkatan Houtman menjadi pegawai Bank menjadi berita
luar biasa heboh dan kontroversial. Bagaimana bisa seorang OB
menjadi staff, bahkan rekan sesama OB mencibir Houtman sebagai
orang yang tidak konsisten. Houtman dianggap tidak konsisten dengan
tugasnya, “jika masuk OB, ya pensiun harus OB juga” begitu rekan
sesama OB menggugat.
Houtman tidak patah semangat, dicibir teman-teman bahkan rekan
sesama staf pun tidak membuat goyah. Houtman terus mengasah
keterampilan dan berbagi membantu rekan kerjanya yang lain. Hanya
membantulah yang bisa diberikan oleh Houtman, karena materi tidak
ia miliki. Houtman tidak pernah lama dalam memegang suatu jabatan,
sama seperti ketika menjadi OB yang haus akan ilmu baru. Houtman
selalu mencoba tantangan dan pekerjaan baru. Sehingga karir Houtman
melesat bak panah meninggalkan rekan sesama OB bahkan staff yang
mengajarinya tentang istilah bank.
19 tahun kemudian sejak Houtman masuk sebagai Office Boy di The
First National City Bank, Houtman mencapai jabatan tertingginya
yaitu Vice President. Sebuah jabatan puncak citibank di Indonesia.
Jabatan tertinggi citibank sendiri berada di USA yaitu Presiden
Director yang tidak mungkin dijabat oleh orang Indonesia.
Sampai dengan saat ini belum ada yang mampu memecahkan rekor
Houtman masuk sebagai OB pensiun sebagai Vice President, dan hanya
berpendidikan SMA. Houtman pun kini pensiun dengan berbagai jabatan
pernah diembannya, menjadi staf ahli citibank asia pasifik, menjadi
penasehat keuangan salah satu gubernur, menjabat CEO di berbagai
perusahaan dan menjadi inspirator bagi banyak orang .
(Kisah Nyata Houtman Zainal Arifin, seorang OB yang pensiun menjadi
Vice President di Citibank. Disampaikan dalam Training Leadership
Bank Syariah Mandiri)
Kisah Nyata Seorang Office Boy yang menjadi Vice President di
Citibank
Sumber : /www.whooila.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar